Bogor (Greeners) – Berbagai kritik muncul saat revitalisasi dan kehadiran konsep wisata malam bertajuk Glow di Kebun Raya Bogor (KRB). PT Mitra Natura Raya (MNR) selaku mitra pengelola KRB memastikan, upaya revitalisasi dan kehadiran Glow mempertahankan marwah, konservasi dan edukasi KRB. Banyak negara memakai konsep wisata sejenis di kebun raya.
Komisaris Utama PT MNR Ery Erlangga mengatakan, pelaksanaan program wisata malam bertajuk Glow tetap memerhatikan dan mengedepankan konservasi dan edukasi.
“Kami tetap mengedepankan konservasi dan juga pemeliharaan situs-situs yang ada di KRB. Jadi tentunya kami juga menerima masukan data-data dari semua, terkait dampak jika wisata edukasi malam Glow ini terlaksana,” kata Ery usai melakukan pertemuan dengan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto di Balai Kota Bogor, Selasa (28/9).
Ery menjelaskan, wisata malam dengan Glow merupakan konsep wisata edukasi terkait tanaman dan konservasi serta sudah digunakan di banyak negara.
“Sebagai wisata edukasi terkait tanaman dan konservasi, narasi dalam Glow ini menceritakan sejarah konservasi, sejarah KRB. Ini juga bukan sesuatu yang baru, sudah banyak dilakukan di negara lain,” ungkapnya.
Untuk menjawab kekhawatiran masyarakat terkait dampak tata cahaya, program wisata malam bertajuk Glow belum akan beroperasi sebelum ada kajian lanjutan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Kajian Glow pun sedang berjalan saat ini.
“Kami juga tidak semerta-merta meninggalkan rambu-rambu konservasi dan edukasi. Kami juga ikut menjaga. Mudah-mudahan dengan adanya penelitian dan data-data ini bisa menjawab semua kekhawatiran publik,” tandasnya.
BRIN Benahi Infrastruktur Riset dan Inovasi Kebun Raya
Perhatian publik terhadap perkembangan kebun raya mendapatkan perhatian khusus dari Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko. Ia mengapresiasi perhatian dan kepedulian masyarakat terhadap KRB.
“Berdasarkan fungsinya, kebun raya memiliki lima fungsi utama, yaitu konservasi, penelitian, edukasi, wisata dan jasa lingkungan. Kelima fungsi tersebut membutuhkan inovasi agar kebermanfaatannya optimal dirasakan publik,” katanya dalam siaran pers.
Mengenai kegiatan komersial di kebun raya, menurut Handoko, sudah ada sejak dulu. Adanya cafe, guest house dan bahkan hotel, fotografi komersil, menandakan bisnis berlangsung, yang seyogianya sudah tidak asing lagi bagi publik.
“Saat ini sama, namun untuk hotel sudah ditutup sejak sebelum pandemi. Tetapi saat ini seluruh kegiatan komersial dikelola oleh mitra dengan relasi bisnis yang jelas sehingga pendapatan negara lebih optimal, serta pengelolaannya transparan dan akuntabel,” ungkapnya.
Saat ini, Handoko menyebutkan, terdapat tiga pihak pengelola di dalam kebun raya. Pertama, Pusat Riset Konservasi Tumbuhan Kebun Raya untuk unit riset dan periset. Kedua, Deputi Infrastruktur melalui Direktorat Laboratorium dan Kawasan Sains dan Teknologi BRIN untuk pengelolaan laboratorium riset.
Selanjutnya pihak ketiga, Deputi Infrastruktur melalui Direktorat Koleksi untuk pemeliharaan koleksi. Pembagian pengelola ini sebagai upaya untuk menempatkan semua pihak sesuai porsi dan fungsinya, dan yang terpenting memastikan para periset dan unit riset dapat fokus melakukan riset tanpa terbebani pengelolaan infrastruktur secara keseluruhan.
Ia menegaskan, kebun raya sejatinya merupakan platform riset untuk botani. Dalam melakukan pemeliharaan platform berupa kebun nonkoleksi, BRIN menggandeng mitra swasta sebagai operator untuk mengelola kebun di luar area koleksi.
Pihak ini juga lanjutnya, menjalankan dua fungsi kebun raya, yaitu edukasi dan wisata. Sedangkan para periset melakukan fungsi riset konservasi dan botani. Kemudian Direktorat Koleksi memelihara koleksi KRB sehari-hari.
Sejumlah Negara Miliki Konsep Glow di Kebun Raya
Terkait pembangunan, Plt. Deputi bidang Infrastruktur Riset dan Inovasi BRIN Yan Rianto menjelaskan, hingga saat ini tidak ada bangunan tambahan. Beberapa tahun lalu para periset merencanakan pembangunan rumah anggrek. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang membangunnya. Bahkan, untuk meningkatkan resapan air, saat ini rencananya ada upaya pembongkaran lapangan tenis berbeton dan sebagian bangunan rumah yang dibangun belasan tahun lalu.
Perbaikan pada jalan dengan batu gico yang terbentang juga fokus pada batu yang rusak saja. “Jalanan berbatu gico tersebut tidak sepenuhnya peninggalan lama. Jalur tersebut diperbaiki dan tetap ditampilkan batunya agar memenuhi standar keselamatan pengunjung,” ujar Yan.
Selanjutnya, Yan menjelaskan, fungsi edukasi dan wisata di Kebun Raya Bogor akan menampilkan inovasi guna menggandeng publik seluas-luasnya agar datang berkunjung ke kebun raya. “Program inovatif yang dinamakan Glow tersebut terinspirasi dari berbagai kebun raya di luar negeri yang mengadakan wisata malam. Beberapa negara sudah lebih dulu memiliki program wisata malam di kebun rayanya,” tuturnya.
Yan mengungkapkan, Glow penyelenggaraannya setiap Sabtu dan Minggu. Operasi Glow selama sempat hari seminggu masih dalam rencana.
Saat ini, sejumlah kebun raya yang memiliki program sejenis Glow antara lain terdapat di Desert Botanical Garden (Phoenix, Arizona), Singapore Botanic Gardens (Singapura), Fairchild Tropical Botanic Garden (Miami, USA), Atlanta Botanical Garden (Atlanta), dan Botanical Garden Berlin (Jerman).
Hujan Kritik Menimpa Glow
Sementara itu, kehadiran Glow mendapat kritikan dari para mantan pimpinan KRB. Mereka menyampaikan surat terbuka yang berisi penolakan dan menilai revitalisasi merusak marwah konservasi. Mereka menganggap Glow dapat mengganggu kehidupan hewan dan serangga penyerbuk sehingga perlu kajian ulang.
Dalam surat terbuka itu, awalnya 5 mantan Kepala KRB berbicara tentang tugas dan fungsi penting kebun raya, yang di antaranya konservasi tumbuhan, penelitian, pendidikan, wisata ilmiah dan jasa lingkungan.
“Ketiga fungsi pertama merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan menjadi acuan bersama seluruh Kebun Raya di dunia (Jackson, P.W, 1999). Karena itu berbagai kegiatan dan program yang dikembangkan di kebun raya Indonesia selalu berpegang pada kelima tugas dan fungsi kebun raya tersebut, yang sekaligus sebagai marwah kebun raya,” kata para mantan pimpinan KRB dalam surat terbukanya.
Adapun 5 mantan kepala Kebun Raya Indonesia itu yakni, Prof. Dr. Made Sri Prana (1981-1983), Prof. Dr. Usep Soetisna (1983-1987), Dr. Ir. Suhirman (1990-1997), Prof. Dr. Dedy Darnaedi (1997-2003) dan Dr. Irawati (2003-2008).
Surat terbuka itu menyebutkan, KRB sudah berumur lebih dari dua abad atau 200 tahun lebih. Dalam sejarah KRB selalu mengedepankan pendekatan ilmiah dan memperhatikan masalah konservasi dan lingkungan.
Penulis : Sol