Jakarta (Greeners) – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis terjadinya gempa berkekuatan 7,2 skala Richter (SR) yang mengguncang Papua pada Selasa (28/07) pukul 04.41 WIT pagi tadi.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulisnya mengatakan bahwa pusat gempa terjadi di 75 km sebelah Tenggara Mamberamo Raya, Papua, 81 km Timur Laut Tolikara, Papua, dan 99 km Barat Laut Mamberamo Tengah, Papua.
“Meski tidak berpotensi terjadi tsunami, namun posko BNPB melaporkan bahwa gempa dirasakan sangat kuat selama 4 detik,” jelasnya, Jakarta, Selasa (28/07).
Beberapa wilayah yang merasakan dampak gempa tersebut, kata Sutopo, tercatat di Jayapura II-III MMI, Sarmi IV MMI, Wamena III MMI, Sentani II-III, dan Biak II-III.
“Wilayah di utara daratan di Provinsi Papua seperti di Kabupaten Yapen, Waropen, Jayapura, dan Mamberamo memang rawan gempa. Di wilayah ini ada sesar aktif, yaitu sesar Yapen bergerak ke barat-timur rata-rata 2-5 cm per tahun, dan sesar Mamberamo. Berdasarkan sejarah gempa di daerah ini pernah terjadi gempa besar seperti gempa 7,9 (1926), 8,1 (1971),” ujarnya.
Namun, lanjutnya, terbatasnya teknologi riset mengenai gempa dan tsunami, juga infrastruktur kebencanaan di daerah ini menyebabkan karakteristik gempa dan tsunami yang terjadi sulit untuk dikenali. Begitu juga dengan mitigasi bencana yang masih terbatas dibandingkan dengan daerah di Indonesia bagian Barat.
Selain itu, ungkapnya lagi, sulitnya kawasan ini untuk dijangkau serta keterbatasan akses menjadi alasan BNPB maupun BPBD Papua belum memiliki laporan kerusakan bangunan dan korban jiwa akibat gempa yang cukup kuat tersebut.
“Ada baiknya Kementerian Ristek dan Dikti, lembaga-lembaga riset nasional seperti BPPT, BMKG, Badan Geologi, LIPI, dan lainnya mengalokasikan anggaran yang memadai untuk meningkatkan riset kebencanaan di daerah ini,” tutupnya.
Penulis: Danny Kosasih
21 Apr 2024 
