Jakarta (Greeners) – Gaya hidup sadar lingkungan atau conscious lifestyle berkembang pesat dalam kehidupan masyarakat ASEAN. Hasil tersebut diperoleh dari penelitian berjudul “The Rise of Conscious ASEANs: Why should you CARE?” yang dilakukan Hakuhodo Institute of Life and Living ASEAN (HILL ASEAN). Riset itu menggali kesadaran dan perilaku masyarakat di Asia Tenggara yang memengaruhi aspek sosial dan lingkungan mereka. Penerapan conscious lifestyle dalam kehidupan sehari-hari masyarakat ASEAN disebut mencapai 80 persen. Khusus di Indonesia nilainya sekitar 93 persen.
Conscious Lifestyle merupakan gaya hidup dan perilaku konsumen yang mempertimbangkan orang lain, lingkungan, dan masyarakat. Pendekatan tersebut juga mempertimbangkan apakah sebuah tindakan memiliki dampak positif pada diri sendiri, orang lain, maupun masyarakat. Penerapannya juga melihat apakah suatu produk dan merek layanan atau perusahaan dipilih dan dibeli secara sadar.
Baca juga: Limbah Penyulingan Sawit Akan Dihapus dari Kategori B3
Devi Attamimi, Institute Director, HILL ASEAN dan Executive Director Strategy, Hakuhodo International Indonesia mengatakan, temuan riset itu menjadi bukti perkembangan tren yang sangat positif. “Kami menyaksikan terbentuknya segmentasi masyarakat baru, yaitu mereka yang sudah sepenuhnya sadar menjalankan gaya hidup yang bertanggung jawab dalam kesehariannya,” ucapnya pada konferensi pers daring, Kamis, (26/06/2020).
Menurut Devi, kelompok yang menerapkan gaya hidup sadar lingkungan atau disebut The Consciouslites adalah segmen yang akan mendominasi pasar dalam waktu dekat. Mereka tidak akan ragu untuk membayar lebih untuk produk ramah lingkungan. “Di Indonesia setidaknya terdapat 74 persen masyarakat mengatakan bersedia membayar lebih untuk produk-produk yang berhubungan dengan conscious lifestyle,” kata dia.
Ia menuturkan, masyarakat di Jepang telah memiliki kebiasaan memisahkan dan mendaur ulang limbah. Aktivitas tersebut menurutnya sudah melekat dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sementara masyarakat ASEAN pada umumnya juga menunjukkan kemajuan kesadaran yang sangat pesat akan gaya hidup ramah lingkungan dan keberlanjutan.
Conscious Lifestyle di Masa New Normal
Dalam kehidupan kenormalan baru seperti sekarang, gaya hidup sadar lingkungan dinilai akan sangat berpengaruh. Masyarakat akan lebih memerhatikan masalah kebersihan dan disiplin untuk menjaga diri. Devi menuturkan meski riset dilakukan tahun lalu, kecenderungannya tidak berubah di masa pandemi seperti sekarang.
“Saya percaya diri kalau conscious lifestyle akan masih terus berjalan pada saat new normal. Kepedulian terhadap kebersihan dan kesehatan di rumah maupun di lingkungan itu meningkat. Kami rasa dengan adanya pandemi Covid-19 ini justru mereka akan lebih jauh conscious,” ujarnya.
Ia mengatakan, walaupun masih terdapat masyarakat yang cuek menjaga jarak atau menggunakan masker, hal tersebut tidak akan mengurangi penerapan conscious lifestyle. Menurutnya sudah banyak masyarakat Indonesia yang mengetahui dan menerapkan gaya hidup sadar lingkungan sebelum terjadinya pagebluk korona.
Baca juga: Pergeseran Nilai Adat Dinilai Pengaruhi Populasi Burung Rangkong
“Di zaman Covid-19 ini, aksi akan lebih banyak sekali berubah. Conscious akan membuat kehidupan masa depan jauh lebih baik melalui pengurangan penggunaan atau pemakaian barang-barang yang merusak lingkungan. Contoh yang paling terlihat bagaimana orang membawa tumbler atau perlengkapan makan sendiri, secara nyata masih terjadi dan jauh lebih banyak,” ujarnya.
Mendorong Perusahaan Hasilkan Produk Pro-Lingkungan
Irfan Ramli, CEO Hakuhodo Internasional Indonesia menyampaikan bahwa hasil riset ini menjadi pembuka peluang untuk menggerakkan brand menuju ke arah yang benar.
Menurutnya sangat penting untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat dalam mengonsumsi produk agar tidak sebatas slogan dan tanpa disertai tindakan. “Pengendalian dampak sosial dan lingkungan harus menjadi kesadaran kolektif dan sangat penting dilakukan oleh setiap individu dengan pemahaman seutuhnya. Ini berarti kita semua membantu menyelamatkan bumi,” ucapnya.
Sebagai informasi, riset yang dilakukan HILL ASEAN menggunakan tiga jenis pendekatan. Pertama dengan metode kuantitatif yang mengambil sampel sebanyak 4.500 orang; kedua, metode kualitatif dengan sampel sebanyak 24 orang, dan wawancara dengan 12 orang Key Opinion Leader (KOL). Survei dilakukan di Thailand, Malaysia, Indonesia, Vietnam, Singapura, Filipina, dan Jepang selama Agustus hingga September 2019.
Penulis: Dewi Purningsih
Editor: Devi Anggar Oktaviani