Jakarta (Greeners) – Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengaku telah menerima 200 pengaduan kasus hingga bulan Mei 2017. Dari 200 pengaduan kasus tersebut, 75 kasus diantaranya telah selesai ditangani dan sisanya masih dalam proses.
Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Gakkum LHK mengatakan, KLHK juga melakukan pencegahan tindakan pidana peredaran hasil hutan dan pengamanan kawasan hutan, yang dilaksanakan pada 187 lokasi di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil kegiatan tersebut selama tahun 2015 hingga 2017 tercatat pembalakan liar sebanyak 7.090 meter per segi, perambahan kawasan seluas kurang lebih 4,2 juta Ha, dan peredaran tumbuhan dan satwa liar sebanyak 11.636 unit yang berhasil dicegah.
BACA JUGA: KLHK Cabut Tanaman Akasia di Lahan Gambut Miliki PT BAP
“Dalam melakukan penegakan hukum, KLHK menggunakan tiga instrumen yaitu penerapan sanksi administrasi, penegakan hukum pidana, dan penegakan hukum perdata termasuk untuk penanganan kasus pencemaran lingkungan, serta kebakaran hutan dan lahan,” jelas pria yang akrab disapa Roy ini, Jakarta, Selasa (30/05).
Sebanyak 393 sanksi administrasi diterbitkan selama dua tahun ini. Sanksi ini terdiri dari 189 surat peringatan, 23 teguran tertulis, 156 paksaan pemerintah, 21 pembekuan izin, dan 3 pencabutan izin. Dalam penanganan kasus pidana, sebanyak 381 kasus telah masuk P-21, sedangkan untuk kasus perdata, Roy menyatakan telah dilakukan melalui kesepakatan di luar pengadilan sebanyak 40 kasus, serta melalui pengadilan dihasilkan beberapa putusan dan eksekusi.
BACA JUGA: Pelaku Penyanderaan Penyidik KLHK Diduga Dimobilisasi PT APSL
Sementara untuk kemajuan proses penegakan hukum terhadap beberapa kasus strategis lainnya, Roy menjelaskan, ada beberapa tindakan yang dilakukan bersama-sama dengan kementerian lain, seperti Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman. Gakkum LHK dan Kemenko Kemaritiman mendaftarkan gugatan terhadap tiga perusahaan asing asal Thailand ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 23 Mei 2017 lalu, atas kasus ledakan tidak terkendali di Sumur Minyak H1 – ST1 yang terjadi 21 Agustus 2009, sekitar 51 mil laut sebelah tenggara Pulau Rote, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Ada pula kasus perambahan lahan oleh kebun sawit seluas total 47.000 Ha di kawasan hutan Padang Lawas, Sumatera Utara, dimana pemilik perusahaan dengan inisial DLS telah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2017. Selanjutnya, kata dia, kasus kebakaran hutan dan lahan oleh PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) yang telah diputuskan oleh Pengadilan Tingggi DKI Jakarta. Perusahaan tersebut harus membayar ganti rugi sebesar Rp 119.888.500.000 dan memulihkan lahan 1.000 Ha dengan biaya pemulihan Rp 371.137.000.000.
Penulis: Danny Kosasih