Jakarta (Greeners) – Sejumlah organisasi penggiat lingkungan hidup melayangkan somasi ke tiga gubernur di Pulau Jawa. Tiga gubernur dinilai gagal menekan dan menangani pencemaran sungai di wilayahnya masing-masing.
Tiga gubernur itu yakni Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.
Pencemaran dengan indikasi ditemukannya kontaminasi mikroplastik tak sekadar mengancam kesehatan dan lingkungan. Akan tetapi, ancaman serius terhadap rantai pangan di Pulau Jawa.
Direktur Eksekutif Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) Prigi Arisandi mengatakan, somasi ini berdasarkan ekspedisi 3 sungai, yaitu Sungai Brantas, Bengawan Solo dan Citarum. Salah urus pengelolaan sampah hingga buruknya tata kelola sungai telah menyebabkan pencemaran hingga kontaminasi mikroplastik di sungai Pulau Jawa.
“Para gubernur telah gagal dalam memenuhi tanggung jawab atas pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi warganya. Atas pertimbangan tersebut, kami melayangkan somasi atau teguran kepada para gubernur di Jawa agar segera merespon krisis kualitas air sungai dan sampah di wilayah administratif masing-masing,” katanya dalam jumpa pers Somasi untuk Para Gubernur sebagai Tanggung Jawab Atas Krisis Air Sungai dan Sampah di Pulau Jawa, di Jakarta, Selasa (12/4).
Tiga sungai besar tersebut merupakan sungai nasional di bawah pemerintah pusat. Akan tetapi, sambung Prigi, somasi tersebut mereka layangkan pada gubernur selaku koordinator pemerintah kabupaten kota sebagai pelaksana teknis terkait pencemaran di sungai. Pemerintah kota kabupaten lebih tahu secara teknis termasuk lokasi dan pelaku pencemaran.
“Itu melekat tanggung jawab mereka mengacu pada Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 bahwa tanggung jawab infrastruktur pengelolaan sampah ada di kabupaten kota. Termasuk izin pembuangan limbah cair industri ke sungai itu kabupaten kota yang memberikannya,” ucap Prigi.
Kandungan Mikroplastik di Sungai yang Tercemar
Organisasi penggiat lingkungan ini juga mengindikasikan pencemaran tinggi sungai dengan adanya mikroplastik di Sungai Brantas, Bengawan Solo, Citarum dan Ciliwung. Mikroplastik ditemukan di dalam tinja manusia, plasenta ibu hamil, paru paru dan di dalam darah.
Hal ini berdasarkan pengujian Ecoton terhadap 102 sampel tinja manusia. Ecoton menemukan mikroplastik di dalam 100 % sampel tinja masyarakat dan pemimpin daerah di Jawa dan Bali.
“Sampel kotorannya masing-masing 10 gram. Kita menemukan rata-rata sekitar 17-20 partikel mikroplastik dalam feses manusia itu,” imbuhnya.
Selain itu, kandungan phthalate dalam mikroplastik menyebabkan gangguan sistem hormon, di antaranya menstruasi dini, kualitas dan kuantitas sperma menurun, serta menopause dini.
Banyaknya jumlah partikel mikroplastik dalam lambung ikan juga sangat mengkhawatirkan. Sebab setiap mikroplastik mengandung bahan beracun aditif plasticizer yang bersifat pengganggu hormon atau endocrine disrupting chemicals (EDC).
Ecoton Temukan Kandungan Mikroplastik pada Ikan
Berdasarkan riset Ecoton di empat lokasi perairan meliputi sungai dan laut, hasilnya ada kelimpahan rata-rata mikroplastik pada ikan sebesar 20 partikel per ikan (sampel Bengawan Solo), 42 partikel per ikan (sampel Brantas), 68 partikel per ikan (sampel Citarum) dan 167 partikel per ikan (sampel Kepulauan Seribu).
Prigi menyebut, sumber mikroplastik di sungai berasal aktivitas pengelolaan limbah industri tekstil, daur ulang plastik dan kertas. Selain itu juga berasal dari non point source dari timbunan sampah plastik yang tidak terkelola di daratan hingga dibuang ke sempadan sungai dan membanjiri sungai.
Sungai Brantas, Bengawan Solo, Citarum dan Ciliwung merupakan sungai nasional yang memiliki peran vital bagi Indonesia karena selain sebagai air baku PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum). Air sungai ini juga sebagai sumber irigasi pertanian yang menyuplai lebih dari 50 % stok pangan nasional. Itu artinya, ini ancaman serius berupa mikroplastik terhadap rantai pangan di Pulau Jawa.
Prigi menyatakan, Pemerintah provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah telah menanggapi somasi tersebut. Setelah ini, pihaknya juga tengah menyiapkan somasi bagi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait pencemaran parah Sungai Ciliwung.
“Kita tunggu, ini nanti kan ada masa tenggang antara jawaban dan kenyataannya. Kalau tidak ada tindakan ya kita laporkan gugatan,” ujar dia.
Pembuangan Limbah Industri Perburuk Kerusakan Sungai di Jawa
Sementara itu, Pendiri Ecoton Daru Setyorini menyebut, kerusakan sungai di Jawa karena ketidakseriusan pengawasan pembuangan limbah cair industri di sungai. Imbasnya, industri tetap saja membuang limbah dengan pengolahan ala kadarnya.
“Sementara institusi yang memiliki kewenangan pengelolaan sungai dan pengendalian pencemaran seperti Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) hingga kepala daerah masih saling lempar tanggung jawab atas situasi krisis kualitas air sungai dan sampah,” tegasnya.
Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) himpun, timbulan sampah harian Jakarta dari tahun 2015 sampai tahun 2020 mengalami peningkatan. Dari tahun 2015 yang hanya sekitar 7.000 ton menjadi 8 300 ton per hari pada tahun 2020. Peningkatan tersebut diperparah dengan rendahnya jumlah sampah yang berhasil terkelola guna mengurangi beban TPA Bantargebang.
Walhi Jakarta mencatat pencemaran sungai di wilayah daratan Jakarta berasal dari sampah plastik sekali pakai seperti kantong plastik, styrofoam, sachet dan sedotan. Berbagai jenis sampah ini telah merusak ekosistem pesisir dan pulau kecil. Khususnya di wilayah Kepulauan Seribu seperti di Pulau Pari dan Pulau Rambut.
Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta Suci Fitriah Tanjung menyatakan, DKI Jakarta sudah memiliki cukup banyak produk hukum yang mengatur soal sampah. Akan tetapi produk hukum tersebut belum maksimal terlaksana.
“Situasi ini mengakibatkan kondisi eksisting Sungai Ciliwung yang tercemar sampah sulit dibenahi dan bahkan semakin mengkhawatirkan,” tandasnya.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin