Jakarta (Greeners) – Gabungan dari beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) kembali mengecam tindakan represif yang dilakukan oleh aparat Kepolisian, TNI, Polisi hutan dan Satuan Pengaman (Satpam) milik PT. Musi Hutan Persada (PT. MHP) terhadap aktivis lingkungan dan staf Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta warga Desa Bumi Makmur, Sumatera Selatan yang digusur secara paksa untuk meninggalkan tanah dan tempat tinggal mereka.
Direktur Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Abetnego Tarigan menyatakan dengan tegas bahwa tindakan represif yang dilakukan oleh aparat tersebut merupakan bentuk ketidaktaatan PT. MHP atas upaya-upaya penyelesaian konflik yang dilakukan oleh KLHK.
Petani yang bertahan diatas lahan pertaniannya selama bertahun-tahun, jelas Abet, tentu harus mendapat perlindungan dan diberikan rasa aman oleh Negara. Menurut Abetnego, tidak salah jika petani menolak untuk di gusur dari lahan mereka sendiri karena lahan pertanian adalah nyawa bagi petani dan sumber penghidupan bagi keluarga petani untuk membangun kemandirian.
“Yang sangat disayangkan adalah aparat Kepolisian, TNI dan Polhut justru berada dipihak perusahaan dan melakukan back-up keamanan agar upaya Kementerian LHK tidak jadi dilakukan dan upaya penggusuran paksa bisa terus dilanjutkan,” jelas Abet, Jakarta, Selasa (14/07).
Sementara itu, Direktur dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Alvon Kurnia Palma juga mendesak Kapolri dan Panglima TNI untuk segera menangkap dan menindak pelaku kekerasan tersebut. Alvon juga meminta pelaku kekerasan tersebut diproses sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku termasuk memberikan sanksi pidana serta sanksi disiplin bagi anggotanya yang terlibat.
Tindakan sewenang-wenang aparat tersebut, lanjutnya, memperlihatkan secara nyata bahwa aparat penegak hukum telah menghamba terhadap kekuasaan modal demi menghancurkan setiap upaya perlawanan masyarakat melalui berbagai cara, termasuk penggusuran atas tanah masyarakat. Aksi kekerasan oknum Polisi, TNI dan Polisi Kehutanan tersebut merupakan pelanggaran serius terhadap UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
“Kepolisian seharusnya mengedepankan asas legalitas, asas nesesitas, dan asas proporsionalitas dalam melayani warga masyarakat. Upaya penggusuran paksa terhadap penduduk Desa Bumi Makmur merupakan bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan Negara bersama korporasi,” tambahnya.
Haris Azhar sebagai Koordinator dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) juga menyatakan bahwa penggusuran ini akan menjadikan masyarakat Desa Bumi Makmur tidak berumah dan rentan mengalami pelanggaran HAM lainnya.
“Upaya-upaya penggusuran paksa terhadap masyarakat menunjukan bahwa korporasi PT. MHP tidak menjalankan kaidah budaya korporasi yang baik dan bertanggung jawab. Penggusuran paksa terhadap masyarakat merupakan tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan, lingkungan dan hak asasi manusia,” katanya.
Sebagai informasi, pada Selasa 7 Juli 2015 sekitar jam 3 sore waktu setempat, pihak keamanan perusahaan milik perusahaan asal Jepang, PT. MHP melakukan kekerasan terhadap staff Pemerintah RI dan tim yang ditugaskan oleh menteri KLHK untuk melakukan pendataan terkait konflik yang terjadi antara perusahaan dan masyarakat Dusun Cawang Gumilir, Desa Bumi Makmur, Kabupaten Musi Rawa, Sumatera Selatan. Beberapa aparat militer dan polisi yang melakukan kekerasan terlihat memakai seragam tetapi menutupi mukanya dengan kain.
Penulis: Danny Kosasih