Jakarta (Greeners) – Indonesia masih dinilai menjadi salah satu penghasil food loss and waste (FLW) terbesar, perorang mencapai 300 kg/kapita/tahun. Perkiraan kerugian FLW ini mencapai Rp 551 triliun. Artinya banyak makanan terbuang sia-sia karena pola konsumsi yang tidak tepat.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut sampah makanan menjadi jenis timbulan sampah terbanyak sebesar 39,8% dari total seluruh sampah yang masyarakat Indonesia hasilkan. Sayangnya, penanganan sampah makanan atau food loss and waste (FLW) di Indonesia sampai saat ini belum menemui titik terang.
Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan Laporan Badan Pusat Statistik pada tahun 2020. Laporan itu mengungkap sebanyak 8,34% penduduk Indonesia masih kekurangan pangan. Jumlah ini meningkat 0,71% dari tahun sebelumnya sebesar 7,63%. Hal ini menjadi ironi, pola konsumsi tak bijak membuat banyak makanan terbuang sia-sia dan meningkatkan sampah makanan.
Atas kondisi itu, Bappenas menginisiasi kajian FLW dalam rangka mendukung penerapan ekonomi sirkular dan pembangunan rendah karbon. Bappenas bekerja sama dengan Waste4Change, World Research Institute (WRI), dan didukung oleh UK-FCDO dalam kajian ini.
FLW pada dasarnya adalah dua tahapan yang berbeda. Food loss merupakan tahapan produksi, pasca-panen dan penyimpanan, serta pemrosesan dan pengemasan. Sedangkan food waste berada pada tahap distribusi dan pemasaran, hingga tahap akhir yaitu konsumsi.
Berdasarkan riset yang dilakukan Bappenas bersama Waste4Change, dalam 5 tahap rantai pasok pangan, timbulan FLW terbesar terdapat pada tahap konsumsi. Mengambil data pada tahun 2000-2019, timbulan food waste pada tahap konsumsi rata-rata sebesar 44%.
Consulting Manager Waste4Change, Anissa Ratna Putri mengatakan, hal tersebut menunjukkan peran konsumen yang sangat besar dalam timbulan FLW di Indonesia.
“Pada tahap konsumsi, kita salah satu orang-orang yang berperan di tahap ini. Kita sebagai konsumen itu sangat besar kontribusinya terhadap kondisi food loss and waste di Indonesia,” kata Anissa, pada webinar Pengelolaan Food Loss & Waste untuk Memperkuat Ekonomi Sirkular & Ketahanan Pangan Nasional, di Jakarta, Jumat (22/10).
Dampak Food Loss and Waste di Indonesia
Food loss and waste tentunya membawa beberapa dampak yang serius, seperti dampak pada lingkungan, ekonomi dan sosial. Dampak lingkungan yakni meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK). Perkiraan peningkatan GRK selama 20 tahun pada tahun 2000-2019 sekitar 1.702,9 Mt CO2-ek atau setara dengan kontribusi 7,29% emisi GRK/tahun.
Timbulan FLW juga menimbulkan kerugian sebesar Rp 213-551 triliun/tahun atau setara dengan 4-5% dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Selain itu, jika menghitung total FLW sejak 2000-2019, hasil tersebut dapat memberikan nutrisi atau makanan kepada 29-47% dari populasi di Indonesia. Dampak lain juga terlihat pada status gizi yang berbeda dan tingkat ketahanan pangan.
Food Loss Expert dan Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan Institut Pertanian Bogor, Drajat Martianto mengatakan, pangan di Indonesia tersedia berlebih. Terlihat dari kajian Bappenas dan Waste4Change yang mengungkapkan timbulan FLW yang sangat besar. Namun, tidak semua masyarakat bisa mengaksesnya secara merata.
“Ini menunjukkan ketimpangan yang cukup besar. Sudah menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mengurangi dan mengelola FLW agar ketersediaan pangan di Indonesia lebih merata,” jelas Drajat.
Pengelolaan FLW Dalam Ekonomi Sirkular
Dalam kajian Bappenas dan Waste4Change, terdapat upaya untuk mulai menerapkan strategi pengelolaan FLW. Rancangan strategi tersebut untuk mendukung ekonomi sirkular dan pembangunan rendah karbon.
Kebijakan tersebut antara lain perubahan perilaku dengan pengembangan edukasi pada konsumen untuk meningkatkan pengetahuan mengenai FLW. Kedua, pembenahan penunjang sistem pangan. Ketiga, penguatan regulasi dan optimalisasi pendanaan.
Menurut Perencanaan Direktorat Lingkungan Hidup, Bappenas, Anggi Pertiwi Putri, koordinasi antar lembaga penting terlaksana untuk mendukung FLW sebagai bagian sirkular ekonomi.
“Karena ini adalah isu lintas sektor, kita berharap untuk memperkuat koordinasi antar lembaga terkait food loss and waste,” kata Anggi.
Strategi lainnya yaitu pemanfaatan FLW, tindakan untuk mendorong pengembangan platform penyalur makanan, maupun penanganan FLW yang mendukung ekonomi sirkular. Serta yang terakhir adalah pengembangan kajian dan pendataan FLW, hal ini membantu untuk menyoroti pendataan timbulan FLW yang terintegrasi. Dengan tujuan untuk melengkapi data FLW di Indonesia.
Dengan hasil Kajian FLW yang telah Bappenas luncurkan pada Juni 2021 lalu, mereka berharap dapat dijadikan pedoman bersama untuk mengurangi timbulan FLW di Indonesia.
Garda pangan, Sebagai Salah Satu Solusi
Salah satu strategi dan solusi pengurangan FLW adalah pemanfaatan dan pengelolaan secara tepat. Hal ini telah menjadi fokus dari Garda Pangan untuk mengurangi food loss and waste sejak awal mereka berdiri pada tahun 2017. Berbasis di Surabaya dan Malang, Garda Pangan sendiri merupakan organisasi bank makanan yang juga memiliki misi untuk membuka akses pangan terhadap masyarakat pra-sejahtera.
Garda pangan memiliki kegiatan inti yang bernama food rescue atau penyelamatan makanan berlebih layak makan agar tidak terbuang. Founder Garda Pangan, Eva Bachtiar menyebutkan, dalam hal ini mereka juga menjalin kemitraan pada beberapa retail makanan. Hal tersebut bertujuan agar food rescue dapat terjadi secara berkelanjutan dan makanan tidak langsung terbuang begitu saja.
“Kami mengumpulkan makanan berlebih dari restoran, catering, bakery, hotel, lahan pertanian, event, pernikahan, dan donasi individu, dengan melewati serangkaian uji kelayakan makanan, untuk disalurkan pada masyarakat prasejahtera di Surabaya dan sekitarnya,” tutur Eva.
Tidak hanya pada restoran atau sebuah acara, Garda Pangan juga menjemput makanan langsung dari pertanian yang mereka sebut dengan gleaning. Pada proses gleaning ini, mereka menjemput buah atau sayur yang penampilannya tidak bagus tetapi masih layak konsumsi.
Hingga saat ini, Garda Pangan telah berhasil menyelamatkan 183.233 porsi makanan yang setara dengan 43 ton potensi sampah sisa makanan. Makanan-makanan tersebut telah berhasil mereka distribusikan kepada 127.191 penerima manfaat.
“Kami berharap dapat semakin memperluas cakupan area kami, agar bisa menyelamatkan lebih banyak FLW, dan menyentuh lebih banyak masyarakat prasejahtera yang kekurangan pangan, di berbagai wilayah di Indonesia,” paparnya.
Penulis : Zahra Shafira