Film Sexy Killer Dokumentasikan Cengkraman Industri Batu Bara di Indonesia

Reading time: 3 menit
sexy killer
Poster: dok. Greenpeace Indonesia

Jakarta (Greeners) – Film dokumenter “Sexy Killer” garapan Watch Doc bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Greenpeace Indonesia menjadi perbincangan masyarakat luas. Film yang menyoroti cengkeraman industri batu bara terhadap politik Indonesia ini sukses meraih 12 juta penonton (viewers) di kanal Youtube dalam waktu empat hari.

Juru kampanye Iklim dan Energi Greenpeace, Didit Haryo mengatakan bahwa film Sexy Killer menceritakan sisi lain dari isu energi di Indonesia, yakni sebuah sistem mekanisme yang didesain dan dibuat untuk menguntungkan segelintir orang saja. Film ini juga membangun kesadaran masyarakat asal energi listrik yang selama ini dinikmati dan apa saja dampak dari energi listrik tersebut.

“Masyarakat khususnya tidak pernah tahu cerita dibalik listrik yang mereka gunakan, termasuk cerita bagaimana masyarakat yang tinggal di wilayah pertambangan sangat menderita, dilintasi transportasi tongkang PLTU yang merupakan proyek pembangunan energi tersebut,” kata Didit saat dihubungi Greeners melalui telepon, Rabu (17/04/2019).

BACA JUGA: ICEL Minta KLHK Merevisi Kebijakan Pembuangan Air Limbah PLTU Batu Bara 

Film ini mendokumentasikan berbagai fakta dan masalah yang timbul akibat tambang. Kebutuhan modal yang besar, pelaksanaan peraturan pemerintah yang masih bermasalah, adanya royalti dan pajak serta ketergantungan terhadap infrastuktur pemerintah untuk mengirimkan batu bara ke pasar menjadikan sektor ini terpapar korupsi politik dalam bentuk perdagangan pengaruh, political capture dan regulatory capture.

Kondisi perusahaan pertambangan batu bara yang harus berurusan dengan pejabat publik mendorong “perselingkuhan” antara perusahaan, birokrat, dan politisi. Didit mengatakan, para elit politik juga menyatukan bisnis dengan politik di sektor pertambangan batu bara, antara lain Aburizal Bakrie (mantan menteri di pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan mantan ketua umum Partai Golkar yang kini menjabat sebagai ketua dewan pembina Partai Golkar) dengan Bumi Resources dan Prabowo Subianto (pendiri sekaligus ketua umum Partai Gerindra) dengan grup bisnis Nusantara.

Film ini juga menyoroti keterlibatan elit politik dengan konflik kepentingan yang besar. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, yang membawahi sektor pertambangan dan energi, merupakan pemegang saham PT Toba Sejahtera. Perusahaan ini memiliki sejumlah anak perusahaan yang terlibat dalam pertambangan batu bara dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara. Beberapa politically-exposed persons (PEPs) lainnya terhubungkan dengan kelompok bisnis ini, termasuk anggota keluarga Luhut, mantan menteri serta pejabat tinggi lainnya, dan pensiunan jenderal.

BACA JUGA: WALHI dan ICEL Minta Isu Lingkungan Dibahas dalam Debat Kedua Pilpres 2019 

Film Sexy Killer makin ramai menjadi perbincangan publik karena dianggap mendorong para penontonnya untuk golput (golong putih) dalam Pemilu 2019 karena kedua calon presiden sama-sama terlibat dalam lingkaran hitam PLTU Batubara ini. Mengenai hal ini, Didit mengatakan bahwa tidak ada ajakan atau dorongan menjadi golput dalam film Sexy Killer, yang diharapkan adalah masyarakat cerdas dalam memilih calon yang mewakili aspirasi masyarakat ke depannya.

“Kita sama sekali tidak mengajak golput. Kalau misalnya ada perasaan atau keinginan orang setelah menonton menjadi golput, ya, itu kan hak orang juga dan dilindungi oleh undang-undang. Momentum pemilu ini juga supaya masyarakat bisa peduli terhadap masalah yang tidak dipahami ini. Kita ingin masyarakat cerdas, paham, dan nantinya mereka bisa menekan siapapun yang nantinya menjadi pemimpin negara ini untuk mengubah atau mendorong peran transformasi energi di negara ini yang lebih adil, berkelanjutan dan lebih baik untuk kita semua,” ujarnya.

Salah satu penonton yang memberikan reaksi atas film dokumenter Sexy Killer ini, Siti (23), berpendapat bahwa film ini membuka pikirannya tentang listrik yang selama ini ia nikmati.

“Biasa banget pake AC di kamar padahal gue lagi nonton tv di ruang tamu dan AC di kamar enggak dimatikan. Terus gue sering banget nyalain keran air padahal udah penuh, cuma supaya gue nyanyi di kamar mandi enggak terdengar keluar. Gue sering banget ngecharge handphone berjam-jam padahal udah penuh, dan gue sering banget nonton tivi tapi guenya tidur. Setelah nonton film ini hati gue teriris ternyata nikmat listrik yang gue pakai ada berjuta-juta manusia yang menderita dan itupun baru kesadaran kecil gue doang,” kata Siti yang berprofesi sebagai karyawan swasta ini.

Sejak pemutaran perdana pada 5 April lalu, film Sexy Killers telah diputar di lebih dari 70 titik lokasi untuk disaksikan bersama dan pada 13 April 2019 telah dipublikasikan di kanal Youtube oleh Watchdoc Image. Sampai berita ini dibuat, film ini sudah disaksikan lebih dari 12 juta penonton.

Penulis: Dewi Purningsih

Top