Jakarta (Greeners) – Voices for Just Climate Action Indonesia (VCA Indonesia) kembali meluncurkan empat film pendek “Climate Witness” serial kedua. Film tersebut menceritakan berbagai aksi masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam merespons dan beradaptasi dengan krisis iklim yang terjadi saat ini.
Climate Witness 2024 menceritakan perjuangan Klemens Heka Hayon, Maria Mone Soge, Balsasar Darius Mboeik, dan Muhammad Mansur Dokeng menghadapi dampak perubahan iklim. Itu tidak hanya berpengaruh ke lingkungan tempat mereka tinggal, namun juga ke kehidupan sehari-harinya, termasuk mata pencaharian mereka.
Keempat tokoh tersebut telah menunjukkan aksi yang berbeda-beda. Aksi tersebut mulai dari menjaga laut dari mengatasi sampah plastik, mengembangkan pangan lokal, menjaga hutan mangrove, hingga melindungi masyarakat pesisir.
Produser “Climate Witness”, Ridwan Arif mengatakan bahwa film ini hadir untuk mengamplifikasi dan menggaungkan suara masyarakat yang selama ini terdampak krisis iklim. Namun, mereka memiliki berbagai solusi berbasis kearifan lokal mereka.
BACA JUGA: 2023 Tahun Terpanas, Ancaman Perubahan Iklim Kian Mengkhawatirkan
“Semangat dari film ini adalah menyebarkan kisah-kisah inspiratif masyarakat dalam beradaptasi dengan krisis iklim. Film ini juga sebagai bentuk apresiasi kepada para tokoh yang sudah melakukan aksi nyata dalam menjaga lingkungan hidup mereka,” ujar Ridwan saat Talkshow dan Diskusi Film Climate Witness di Jakarta, Sabtu (22/6).
Ridwan mengatakan, film berbentuk dokumenter ini juga sekaligus menjadi sebuah campaign untuk menyuarakan aksi-aksi kecil dalam mengatasi perubahan iklim. Menurut Manajer Riset dan Pengelolaan Pengetahuan Koaksi Indonesia tersebut, film ini bisa menjadi sebuah media yang menarik dan kreatif untuk menyampaikan sebuah pesan tentang pentingnya untuk peduli terhadap isu perubahan iklim.
Film Climate Witness Soroti Aksi Empat Tokoh di NTT
Keempat film ini telah menyoroti berbagai aksi para tokoh di NTT dalam melakukan aksi untuk melestarikan dan mencegah kerusakan bumi akibat perubahan iklim. Cerita pertama datang dari kisah tokoh adat di Desa Holulai.
Film tersebut berjudul “Asa Mangrove di Holulai” yang mengangkat kisah seorang tokoh adat di Desa Holulai, yaitu Balsasar Darius Mboeik (47). Balsasar merupakan tetua di komunitas masyarakat adat suku Manggi, di Manggarai, NTT. Ia merupakan sosok tokoh yang menginisiasi penanaman 2.500 pohon mangrove di sepanjang garis pantai yang tidak jauh dari Desa Holulai.
Film kedua berjudul “Daulat Pangan Lokal di Hewa” yang menceritakan sosok perempuan bernama Maria Mone Soge (34). Ia merupakan seorang guru matematika di SMA Negeri 1 Wulanggitang yang sekaligus sebagai seorang petani.
Pada film tersebut, Maria memperlihatkan kondisi 17 mata air di Desa Hewa yang menjadi sumber kehidupan warga desa. Maria bercerita bahwa kini ada dua mata air mengering total. Sementara, 15 lainnya mengalami penurunan debit air. Semua itu terjadi karena krisis iklim yang melanda Desa Hewa sehingga berdampak pada ketahanan pangan.
BACA JUGA: MADANI: Hindari Perdagangan Karbon Jadi Praktik Greenwashing
Selanjutnya, Climate Witness juga mengangkat film tentang sampah plastik. Film tersebut berjudul “Jejak Karbon Sampah Plastik” yang diperankan oleh Klemens Heka Hayon. Hayon telah menceritakan tentang sampah-sampah plastik yang berserakan di pantai wilayah Larantuka.
Menurut pria berusia 35 tahun itu, industri plastik berkaitan erat dengan krisis iklim. Dengan demikian, ia melakukan berbagai inisiatif untuk membersihkan sampah plastik dengan mengajak masyarakat lokal.
Film terakhir ditutup dari cerita Kota Kupang NTT. Pada film yang berjudul “Suaraku, Lautanku” ini, seorang laki-laki asal Kupang Muhammad Mansur Dokeng (41) menceritakan tentang masyarakat pesisir dalam menghadapi perubahan iklim.
Publik Perlu Dukung Aksi Masyarakat NTT
Perwakilan Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial dan VCA Indonesia, Arti Indallah menyatakan bahwa aksi-aksi yang masyarakat NTT lakukan tersebut perlu mendapatkan pengakuan dari pemerintah sekaligus dukungan dari publik.
“Ada banyak bentuk solusi untuk krisis iklim, khususnya di NTT. Empat film ini hanya sebagian dari aksi-aksi nyata di tingkat tapak. Kami di VCA Indonesia ingin menyuarakan berbagai aksi itu, agar mendapatkan dukungan dari pemerintah dan dari publik,” pungkasnya.
VCA Indonesia berharap agar film ini dapat ditonton dan disebarluaskan oleh khalayak luas. Sehingga, bisa menginspirasi dan memotivasi masyarakat untuk terus melakukan aksi-aksi nyata menjaga bumi berbasis kearifan lokal. Dengan demikian, komunitas–termasuk mereka yang terpinggirkan–dapat berpartisipasi secara bermakna dalam merumuskan solusi iklim dan beradaptasi dengan krisis iklim.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia