Jakarta (Greeners) – Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa pengerjaan eksplorasi pembangkit listrik panas bumi tidak akan mengancam ekosistem mata air di pegunungan.
Direktur Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Yunus Saefulhak mengatakan bahwa teknis pengerjaan panas bumi tidak akan mengancam mata air karena dari sumur yang dibor hanya akan keluar uap dan air. Uap tersebut yang nantinya akan menggerakkan turbin, lalu air yang keluar akan diinjeksikan kembali ke sumur sedalam 2.500 hingga 3.000 meter.
Uap yang menggerakkan turbin tersebut, lanjutnya, akan didinginkan kembali menjadi air dan dikembalikan ke dalam bumi. Proses sirkulasinya berlangsung tertutup dan seluruh yang diambil akan kembali lagi ke dalam perut bumi.
Selain itu, katanya, pengusaha panas bumi sudah pasti akan menjaga lingkungan di mana ia beroperasi. Menurutnya, pengusaha panas bumi membutuhkan air untuk proses kerja pembangkit tersebut, jadi sudah pasti pengusaha akan menjaga lingkungan khususnya di permukaan di mana mereka akan beroperasi.
“Kalau mata air itu tidak mungkin rusak ya, karena kedalaman panas bumi ini kan 2.500 sampai 3.000 meter, kalau mata air kan tidak ada yang di kedalaman seperti itu. Mata air paling 200 sampai 300 meter saja dan tidak ada hubungannya antara air permukaan dengan air yang ada di (kedalaman) 2.500 meter itu,” jelasnya kepada Greeners, Jakarta, Kamis (10/11).
BACA JUGA: Walhi: Proyek Panas Bumi Ancam Sumber Mata Air
Yunus memberikan contoh proses pengerjaan proyek panas bumi di Wayang Windu dan Pembangkit Listrik Teknologi Panas Bumi (PLTP) Kamojang. Menurutnya, pembangkit listrik Wayang Windu yang dioperasikan oleh Star Energy di Jawa Barat merupakan salah satu pembangkit listrik panas bumi terbesar di Indonesia dengan kapasitas terpasang saat ini sebesar 227 MW atau 16 persen dari produksi panas bumi untuk listrik nasional. Pembangkit listrik ini masih bisa beroperasi hingga saat ini tanpa merusak mata air dan lingkungan di sekitarnya.
Terkait permintaan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur yang menginginkan agar pemerintah mengkaji ulang rencana eksplorasi panas bumi di beberapa gunung di Indonesia, termasuk belasan gunung di Jawa Timur, khususnya kawasan gunung Lawu, Yunus berdalih bahwa pihaknya telah melakukan berbagai sosialisasi kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Jawa Timur untuk pelaksanaan eksplorasi panas bumi di wilayah tersebut.
“Kami sudah melakukan sosialisasi bersama dengan Kepala Dinas terkait di sana sampai akhirnya kami mendapatkan pemenang lelang yaitu Pertamina Geothermal Energy untuk mengerjakan eksplorasi panas buminya. Ketika kita di sana tidak ada penolakan, semua baik-baik saja. Jadi saya tidak tahu kalau ternyata ada isu penolakan ini. Tapi saya sih maklum panas bumi ini kan juga pasti banyak politiknya. Jadi kita tetap pada jalurnya saja. Kita terus sosialisasikan energi terbarukan ini,” katanya.
BACA JUGA: Aktivis Lingkungan Juga Tolak Eksplorasi Panas Bumi di Gunung Lemongan
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Walhi Jatim Rere Christanto meminta pemerintah mengkaji ulang rencana eksplorasi panas bumi di beberapa gunung di Indonesia, termasuk belasan gunung di Jawa Timur.
“Panas bumi dalam praktiknya membutuhkan air dengan jumlah besar untuk menghasilkan uap yang menggerakkan turbin,” kata Rere saat dihubungi Greeners, Selasa (08/11).
Menurut Rere, di kawasan Jawa Timur ada belasan wilayah usaha pertambangan untuk panas bumi seperti di Gunung Lawu, Arjuno-Welirang, Bromo, Lemongan, Wilis, Ijen, dan beberapa gunung lainnya. Kawasan gunung ini merupakan tempat-tempat yang menjadi pusat sumber-sumber mata air dan dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar gunung tersebut. “Penggunaan air dalam jumlah besar pasti mematikan sumber mata air,” ujarnya.
Rere menegaskan, masyarakat yang berada di sekitar gunung yang menjadi lokasi rencana proyek eksplorasi panas bumi, juga menolak proyek tersebut. Seperti yang dilakukan masyarakat di sekitar Gunung Lemongan, Lumajang, dan warga sekitar Gunung Lawu. Di Lawu, proyek panas bumi disayangkan oleh sebagian besar masyarakat di lereng Gunung Lawu. Warga menilai, selama ini Gunung Lawu merupakan gunung yang disakralkan oleh masyarakat yang bermukim di lereng Lawu, baik yang masuk wilayah Jawa Timur maupun Jawa Tengah.
Penulis: Danny Kosasih