Dokumen LTS-LCCR 2050 menyebutkan bahwa untuk menjaga agar suhu bumi tidak naik melebihi 1,5℃, pemerintah Indonesia menargetkan netral karbon atau net-zero emission di tahun 2070. Hal ini berarti Indonesia terlambat 20 tahun dari target yang ditentukan dalam Persetujuan Paris.
Jakarta (Greeners) – Emisi karbon dari negara-negara G20 terus meningkat sebagai akibat dari tingginya penggunaan bahan bakar fosil dalam penyediaan energi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Seharusnya semua negara anggota G20, termasuk Indonesia, dapat meningkatkan ambisi iklimnya dalam upaya penurunan emisi karbon dan mencapai net-zero emission pada tahun 2050 untuk mencapai Paris Agreement, dengan langkah yang taktis dan komitmen serta kemauan politik yang kuat.
Namun banyak yang pesimis dengan target yang ingin dicapai anggota G20 khususnya Indonesia. Lemahnya ambisi Indonesia untuk mencapai netral karbon (net-zero emission) pada tahun 2050 tercermin dalam dokumen Strategi Jangka Panjang Penurunan Emisi Karbon dan Ketahanan Iklim 2050 (Long-Term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience 2050, LTS-LCCR 2050) yang disusun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Dr. Surya Darma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), mengatakan bahwa Indonesia belum mempunyai spesifik komitmen terhadap net-zero emission karena masih memiliki stok batu bara untuk diekspor sebagai sumber devisa negara dan dipakai dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional.
Sementara itu, sejak tahun 2015, Indonesia termasuk negara yang memberikan dukungan pada Perjanjian Paris dan bahkan sudah diratifikasi menjadi UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang Perjanjian Paris.
Komitmen Indonesia adalah menurunkan emisi karbon sebesar 29% tahun 2030. Komitmen ini terikat dengan NDC yang sudah ditetapkan yaitu 17 persen merupakan kontribusi kehutanan, 11 persen kontribusi sektor energi dan sisanya dari pertanian.
“Hal inilah yang menyebabkan banyak pihak pesimis dengan target Perjanjian Paris. Apalagi sekarang diperkuat dengan upaya IEA untuk mendesak agar negara2 di dunia dapat mencapai net-zero emission tahun 2050. Bahkan Saat ini hampir semua negara bersepakat mewujudkan netral karbon tahun 2050. Berbagai kebijakan dunia sudah dibuat untuk memenuhi target tersebut,” ujar Surya Ketika dihubungi Greeners, Senin (19/04/2021).
Renewable Energy 50/50 Initiative
Dalam hal ini, Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), mengusulkan implementasi “Indonesia Renewable Energy 50/50 Initiative” atau ET 50/50. Dengan inisiatif ini, untuk mencapai net-zero emission pada tahun 2050 pemerintah menetapkan target energi terbarukan setidaknya 50 persen pada tahun 2050.
Artinya Indonesia akan menggunakan ET pada tahun 2050 sebesar setidaknya 50 persen dalam bauran energi nasional. Memang dalam regulasi yang ada sekarang PP 79 Tahun 2014 disebutkan bahwa porsi ET minimal 30 persen pada tahun 2050.
“30 persen itu tentu saja tidak cukup bagi Indonesia untuk memenuhi net-zero emission. Karena itu kami usulkan 50 persen. Hal ini bisa dilakukan karena PP itu menyebutkan sekurang kurangnya 31 persen, yang berarti boleh lebih. Supaya ada kekuatan hukum, kami juga mengusulkan Inisiatif ini didukung oleh Peraturan Presiden atau Intruksi Presiden agar landasannya lebih kuat sehingga fokus dilakukan oleh berbagai pihak”. Jelas Surya.
Surya juga menyampaikan bahwa pihaknya sudah menyampaikan usulan tersebut diatas dalam diskusi dengar pendapat yang dipimpin Menko Marves, Luhut Binsar Pandjaitan 12 April lalu yang dihadiri juga oleh Menteri ESDM, Direksi PLN dan Pertamina serta pimpinan Asosiasi Energi Terbarukan.
Dalam diskusi tersebut, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan Indonesia harus dapat mencapai net-zero emission di tahun 2050. Bahkan, ia minta di daerah tertentu sudah bisa mencapainya pada tahun 2045, bersamaan dengan Indonesia Emas, seperti Bali misalnya.
“Kita tidak dapat lagi hanya mengandalkan business as usual dalam bertindak dan menyusun regulasi. Banyak investor internasional yang tidak mau masuk ke Indonesia kalau kita masih tetap berpikir dan bertindak biasa. Oleh karena itu kita harus mengupayakan agar net-zero emission Indonesia bisa dicapai pada tahun 2050, dan itu dapat dicapai apabila kita memaksimalkan penggunaan energi terbarukan,” kata Luhut.
Genjot Energi Terbarukan Kejar Net-Zero Emission
Sementara itu, Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR yang baru terpilih menjadi Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menambahkan, Indonesia masih dapat mencapai target 23 persen energi terbarukan pada tahun 2025, namun untuk mencapai target tersebut pemerintah dan PLN perlu segera memperbanyak pengadaan energi terbarukan. “Sebagai contoh, apabila pemanfaatan PLTS Atap dapat diperluas, maka hal ini akan dapat mempercepat pencapaian target energi terbarukan 23 persen pada tahun 2025,” tambahnya.
Analisis yang dilakukan GIZ bersama dengan Kementerian PPN/Bappenas, sebenarnya pemerintah dapat memberikan contoh pemanfaatan energi terbarukan, terutama dengan memanfaatkan Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional, yang mana disebutkan bahwa setidaknya 30 persen dari luasan atap bangunan pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pusat, harus digunakan untuk PLTS Atap.
Bappenas mengusulkan agar pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp. 210 milyar pada APBN tahun 2022 untuk memasang PLTS Atap di kantor 70 Kementerian dan Lembaga, dengan total kapasitas terpasang sebesar 14 MWp. Pemasangan PLTS Atap ini akan dapat menghemat biaya listrik sebesar Rp. 22 milyar per tahun dan akan dapat menurunkan emisi GRK sekitar 340.000 tCO2 selama 25 tahun. Tentunya hal ini akan dapat membantu pencapaian net-zero emission pada tahun 2050.
Penulis: Dewi Purningsih
BACA JUGA : Gali Inovasi Anak Muda, New Energy Nexus Indonesia Luncurkan Hackathon
BACA JUGA : Warung Energi Tawarkan Energi Baru Bagi Warga di Penjuru