Jakarta (Greeners) – Ecological Observation & Wetlands Consevation (Ecoton), Kelompok Masyarakat Peduli Sungai (KMPS) Desa Anrang, dan Mahasiswa UIN Alauddin Makassar melakukan brand audit di Sungai Balantieng, Desa Anrang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Hasilnya, terdapat empat produsen yang menjadi polutan kemasan sachet di Sungai Balantieng, antara lain Forisa, Wings, Siantar Top, Unilever, serta beberapa produk lokal air minum dalam kemasan.
Sebanyak 28 orang dari dua komunitas dan mahasiswa telah membersihkan sampah tersebut dari sempadan Sungai Balantieng sepanjang 100 meter. Selain melakukan brand audit, kegiatan ini juga bagian dari aksi membersihkan sungai dari sampah plastik.
Sebelumnya, temuan KMPS menunjukkan di bagian tengah Sungai Balantieng tercemar mikroplastik. Keberadaan mikroplastik di sungai mengindikasikan terjadinya aktivitas pembuangan sampah plastik ke sungai.
Anggota KMPS, Amri Yunus merupakan salah satu peserta dalam kegiatan ini. Ia turut menemukan kemasan produk perusahaan besar di Indonesia yang mencemari Sungai Balantieng di Bulukumba. Ia cukup prihatin dengan temuan itu.
“Satu karung sampah berhasil kami selamatkan dari Sungai Balantieng di wilayah desa kami. Sebanyak 70 persen sampah sachet yang kami temukan di sempadan sungai dan sisanya sampah kantong kresek, kain, baju, hingga sarung,” ujar Amri lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (10/8).
Pencemaran sampah plastik di sungai itu bisa terjadi akibat kesadaran masyarakat yang masih minim. Namun, masyarakat bukanlah menjadi aktor utama. Dalam pengelolaan sampah, pemerintah dan produsen juga memiliki tanggung jawab yang sangat vital. Pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dalam pengelolaan sampah.
Melihat Keseriusan Produsen
Tanggung jawab pengelolaan sampah telah tercantum dalam Undang-Undang tentang Pengelolaan Sampah Nomor 18 Tahun 2008. Regulasi tersebut mengatur tanggung jawab produsen terhadap sampah kemasannya yang tidak dapat atau sulit terurai.
Regulasi tanggung jawab produsen juga tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Melalui peraturan ini, produsen wajib mengurangi sampahnya hingga 30 persen pada akhir 2029.
Peneliti senior Ecoton, Amirudin Muttaqin mengatakan brand audit ini bisa menjadi bagian dari mengumpulkan data dari asal-usul pencemaran di Sungai Balantieng, sekaligus melihat keseriusan produsen menaati peraturan tersebut.
“Namun, nyatanya dari temuan ini belum ada produsen yang serius menarik kembali sampah kemasan yang merrka hasilkann. Harusnya produsen mulai memikirkan redesain kemasan mereka untuk sistem bisnis baru seperti reuse dan refill,” ujar Amirudin.
Saat ini, penggunaan sachet telah menawarkan harga yang murah, namun pencemaran sachet secara nyata menjadi beban berat bagi lingkungan. Maka dari itu, lanjut Amir, sangat penting memiliki tekad kuat dan ambisius untuk mengurangi produksi plastik dan mendorong beralihnya bisnis plastik sekali pakai ke sistem guna ulang. Produsen bisa menjadi pionir gerakan ini.
Mahasiswa Ikut Brand Audit di Sungai Balantieng
Kegiatan brand audit yang melibatkan mahasiswa ini telah memberikan pengalaman bagi mereka. Mereka kini mengetahui kondisi lingkungan Sungai Balantieng yang tercemar plastik. Pengalaman yang berharga itu telah Nurul Afifah Aswar rasakan.
Nurul yang merupakan mahasiswi politik UIN Alauddin Makassar mengatakan kegiatan ini menjadi pengalaman pertama baginya. Melalui kegiatan brand audit ini, ia tahu bahwa produsen bertanggung jawab terhadap sampah plastik dari kemasan yang mereka hasilkan.
“Harapan saya, produsen segera bertanggung jawab terhadap sampah plastik mereka yang mencemari Sungai Balantieng ini,” ungkap Nurul.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia