Bandung (Greeners) – Penyelenggaraan peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60 di Bandung ternyata memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap roda perekonomian di sekitar Gedung Merdeka, di mana di sanalah pusat pertemuan berlangsung.
Ketua Umum DPP Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), Abdullah Mansuri, menyesalkan bahwa pelaksanaan puncak KAA di Bandung justru memberikan efek negatif terhadap perekonomian rakyat kecil di Kota Kembang tersebut. Menurut IKAPPI, setidaknya ada empat pasar yang dipastikan tidak dapat beroperasi pada Jumat, kemarin.
“Setidaknya ada empat pasar yang tidak dapat beroperasi, yakni Pasar Baru, Perbelanjaan Kota Kembang, Cikapundung, dan Banceuy,” jelasnya kepada Greeners, Bandung, Jumat (24/04).
Pasar tersebut, lanjutnya, tidak boleh beroperasi mulai Kamis hingga Sabtu. Padahal, jumlah transaksi pembelanjaan terbesar ada di Pasar Baru. Di tempat belanja favorit wisatawan tersebut, kurang lebih 6.700 pedagang pasar dan pedagang kaki lima tidak bisa mencari nafkah.
“DPP IKAPPI sangat menyayangkan kebijakan tersebut,” katanya.
Menurut Abdullah, pemerintah semestinya tidak hanya mementingkan satu unsur saja tanpa memikirkan nasib para pedagang yang tidak bisa berjualan. Jika direncanakan dan didesain dengan baik, lanjutnya, pemerintah justru bisa memberikan kesan positif terhadap negara-negara yang hadir bahwa ada kearifan lokal di Indonesia khususnya di bandung melalui pasar tradisional.
Ditengah berlangsungnya konfrensi pemimpin Asia dan Afrika tersebut, lanjutnya, Indonesia selaku tuan rumah seharusnya mampu memperlihatkan sinergi antara keamanan dan laju roda ekonomi kecil, dalam hal ini diwakili olah pedagang pasar tradisional.
“Para pedagang pasar tradisional khususnya Jakarta dan Bandung sangat bangga dengan event internasional itu, apalagi yang hadir adalah tokoh-tokoh negara sahabat Indonesia. Namun, seharusnya pemerintah juga memiliki rasa kemanusiaan yang adil ketika pasar ” dimatikan”. Oleh karena itu IKAPPI meminta pemerintah untuk memberikan kompensasi yang adil sehingga ekonomi keluarga para pedagang tetap bisa ‘hidup’ seperti biasanya,” katanya.
Penulis: Danny Kosasih