Jakarta (Greeners) – Macan tutul (Panthera pardus melas), salah satu satwa penghuni Suaka Margasatwa Cikepuh, Sukabumi, Jawa Barat, yang diduga telah punah akibat perburuan dan perambahan, kini dinyatakan kembali keberadaannya. Hal ini diketahui berdasarkan hasil pengamatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat pada bulan Juli-Agustus 2016.
Kepala BBKSDA Jawa Barat, Sustyo Iriyono dalam keterangan resminya menjabarkan, berawal dari informasi yang diberikan oleh peneliti mahasiswa dan masyarakat sekitar kawasan SM Cikepuh, serta hasil survei primata International Animal Rescue (IAR), terungkap adanya tanda-tanda keberadaan macan tutul seperti cakaran, kotoran, dan jejak. Namun, hal ini masih diragukan mengingat minimnya data yang tersedia.
BACA JUGA: KLHK: Keberhasilan Pengelolaan Ekosistem Ada di Luar Ekosistem
Menjawab keraguan tersebut, BBKSDA Jawa Barat, sebagai pengelola kawasan SM Cikepuh, bersama masyarakat, IAR, dan Yayasan Harimau melakukan pengamatan untuk menguji kebenaran informasi keberadaan macan tutul tersebut. Pengamatan menggunakan kamera jebak (camera trap) pada lokasi-lokasi yang diduga menjadi wilayah jelajah, serta area tempat ditemukannya tanda-tanda keberadaan macan tutul.
“Hasil pengamatan selama 28 hari memperlihatkan tujuh frame video yang menunjukkan aktivitas macan tutul di SM Cikepuh. Dari video tersebut, diketahui sebanyak tiga individu merupakan macan tutul dengan pola tutul kuning, sedangkan satu individu merupakan varian tutul hitam atau yang sering dikenal dengan macan kumbang,” terangnya, Jakarta, Minggu (19/02).
Hasil identifikasi menunjukkan keempat macan tutul tersebut sebagai individu yang berbeda. Melalui analisa sederhana, diprediksi bahwa populasi macan tutul di SM Cikepuh saat ini sekitar 12 ekor. Pengamatan lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui kepastian jumlah individu serta sex ratio macan tutul di kawasan ini.
BACA JUGA: Emil Salim: Kawasan Ekosistem Leuser Harus Masuk Dalam RTRW Aceh
Kepunahan macan tutul secara lokal diduga akibat rusaknya 50 persen kawasan SM Cikepuh karena perambahan pada awal era reformasi 1998-2001 yang disertai perburuan. Hadirnya kembali satwa ini, merupakan salah satu indikator keberhasilan rehabiiitasi dan restorasi kawasan SM Cikepuh sebagai zona inti Taman Bumi (Geopark) Ciletuh.
Sustyo menegaskan bahwa restorasi kawasan seharusnya bukan hanya dilakukan terhadap tumbuhan, melainkan juga terhadap satwa liar yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, upaya memasukkan kembali satwa-satwa yang pernah hidup dalam kawasan (reintroduksi) merupakan program strategis kawasan yang perlu mendapat dukungan semua pihak.
Sebagai tindak lanjut hasil pengamatan ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan menyusun beberapa program dan rencana kerja yang disinergikan dengan program strategis kawasan lainnya, diantaranya inventarisasi macan tutul, mitigasi konflik macan tutul, pengendalian kebakaran hutan dan pengembangan zona inti Geopark Ciletuh. “Tidak lupa juga program reintroduksi satwa liar lainnya serta restorasi habitat satwa di sana,” katanya.
Penulis: Danny Kosasih