Jakarta (Greeners) – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan semua pihak untuk mewaspadai potensi menguatnya El Nino pada Juni 2023. Antisipasi ini untuk meminimalisir dampak kekeringan, gagal panen dan potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di musim kemarau.
El Nino adalah fenomena pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normal yang terjadi di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur.
Adanya pemanasan SML ini mengakibatkan bergesernya potensi pertumbuhan awan dari wilayah Indonesia ke wilayah Samudra Pasifik sehingga mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, untuk mengantisipasi El Nino ini perlu langkah strategis dari pemerintah. Terutama dalam sektor pertanian yang mengandalkan siklus air agar tidak gagal panen hingga berujung krisis pangan.
“Utamanya sektor-sektor yang sangat terdampak seperti sektor pertanian, terutama tanaman pangan semusim yang sangat mengandalkan air,” kata Dwikorita dalam keterangannya.
Berdasarkan pengamatan BMKG pada SML di Samudra Pasifik, La Nina telah berakhir pada Februari 2023. Sepanjang periode Maret-April 2023, ENSO berada pada fase netral. Hal ini mengindikasikan tidak adanya gangguan iklim dari Samudra Pasifik pada periode tersebut.
Dwikorita menambahkan, dengan peluang lebih dari 80 %, ENSO Netral BMKG prediksi mulai beralih menuju fase El Nino pada periode Juni 2023 dan akan berlangsung dengan intensitas lemah hingga moderat.
Sementara itu, gangguan iklim dari Samudra Hindia, yaitu IOD (Indian Ocean Dipole), selama Maret – April juga berada pada fase netral dan diprediksi berpeluang menuju fase IOD positif mulai Juni 2023. Kombinasi keduanya akan berdampak pada berkurangnya curah hujan selama musim kemarau 2023.
Langkah Strategis Hadapi El Nino
Melihat kejadian ini, BMKG mendorong sejumlah langkah strategis. Upaya tersebut di antaranya optimalisasi penggunaan infrastruktur pengelolaan sumber daya seperti waduk, bendungan, dan embung untuk mengantisipasi risiko kekurangan air.
BMKG saat ini pun lebih menggalakkan upaya pencegahan dan siaga dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. Terutama wilayah atau provinsi yang rawan terjadi kebakaran hutan dan lahan.
BMKG juga terus memantau dan mendeteksi titik panas atau hot spot menggunakan satelit. Jika mendeteksi potensi karhutla, BMKG akan mengeluarkan peringatan dini.
28% Wilayah Memasuki Musim Kemarau
Kepala Pusat Perubahan Iklim BMKG, Fachri Rajab menambahkan, BMKG sudah memantau 699 zona musim (ZOM) hingga akhir Mei 2023.
Hasilnya 28 % (194 ZOM) di wilayah Indonesia sudah masuk periode musim kemarau. Sebanyak 56 % wilayah lainnya (392 ZOM) masih mengalami musim hujan.
Wilayah yang sedang mengalami musim kemarau meliputi wilayah Aceh bagian timur, Sumatera Utara bagian timur, Riau bagian timur, Bengkulu bagian barat, dan Lampung bagian selatan. Selanjutnya Banten bagian utara, DKI Jakarta, Jawa Barat bagian utara, sebagian Jawa Tengah, DIY bagian selatan, sebagian Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Sebagian Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Maluku Utara juga sudah memasuki musim kemarau. Sementara itu, sejumlah 16 % (113 ZOM) lainnya merupakan wilayah yang mengalami kondisi basah atau kondisi kering sepanjang tahun.
Fachri juga menyampaikan, prediksi hujan bulanan periode Juni-Oktober 2023 akan lebih kering dari biasanya. Wilayah yang diprediksi mengalami hujan dengan kategori bawah normal pada bulan Juni 2023 meliputi sebagian wilayah Aceh, Jambi, Bengkulu, Jawa, Bali, NTT, NTB, sebagian Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua Barat dan sebagian Papua.
Penulis : Dini Jembar Wardani
Editor : Ari Rikin