Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Penegakkan Hukum (Gakkum) menetapkan dua Warga Negara Asing (WNA) Singapura yaitu LSW dan KWL selaku Direktur PT. Advance Recycle Technology (ART) sebagai tersangka kasus memasukkan 87 kontainer limbah berupa skrap plastik yang terkontaminasi limbah B3 ke Indonesia.
Penetapan dua WNA Singapura sebagai tersangka ini berawal dari permohonan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean A Tangerang kepada Direktorat Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 untuk melakukan pemeriksaan bersama terkait impor limbah skrap plastik dan memeriksa limbah yang sudah berada di Kawasan Berikat Tangerang itu.
Permintaan itu berkaitan dengan Permendag No 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non-B3 yang menetapkan “persetujuan impor dapat diterbitkan setelah mendapat rekomendasi dari KLHK dan Kementerian Perindustrian.” Namun, sampai tanggal 22 Agustus 2019, KLHK belum pernah menerima pengajuan rekomendasi impor limbah non-B3 dari PT ART.
BACA JUGA : Sampai September 2019, Bea Cukai Telah Menahan 2.041 Kontainer Impor Sampah
Direktur Gakkum, Rasio Ridho Sani, mengatakan PT ART diduga telah memasukkan limbah plastik secara ilegal ke dalam wilayah NKRI sebanyak 87 kontainer sejak bulan Mei 2019 sampai bulan Juni 2019, dengan perincian 24 kontainer telah ditempatkan di lokasi gudang di Kawasan Berikat KPPBC TMP A Tangerang dan 63 kontainer masih beradadi Pelabuhan Tanjung Priuk.
“PT ART melakukan importasi limbah tidak dilengkapi dengan Persetujuan Impor (PI) Limbah Non B3 dari Kementerian Perdagangan dan Rekomendasi dari KLHK dan Kementerian Perindustrian. Jadi impor ini ilegal” ujar Roy pada konferensi pers “Penanganan Kasus Impor Limbah” di Gedung Manggala, Jakarta, Kamis (03/10/2019).
Setelah dilakukan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket), diduga bahwa yang diimpor oleh PT ART adalah limbah dan sebagian terkontaminasi limbah B3 berupa PCB,remote control bekas, baterai bekas dan kabel bekas. Limbah plastik ini berasal dari negara Amerika Serikat, Kanada, Spanyol, Jepang, Hongkong dan Australia.
Setelah dilakukan Pulbaket ini, penyidik KLHK melanjutkan ke tingkat penyidikan, dengan melakukan penyidikan terhadap saksi, diantaranya 4 orang perusahaan diperiksa dan DLH Kota Tangerang. Serta, meminta keterangan ahli, di antaranya ahli limbah b3, ahli pidana, dan ahli korporasi.
“Dengan ini ditetapkan tersangka, yakni PT ART, Diwakili oleh Sdr. KWL selaku Direktur, warga negara Singapura dan Saudara LSW, selaku Komisaris PT ART, warga negara Singapura,” jelas Roy.
Yazid Nurhuda, Direktur Penegakan Hukum Pidana menambahkan Kedua WNA Singapura ini akan dikenakan Pasal 105 dan/atau Pasal 106 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menetapkan “setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dipidana penjara paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp 12 miliar, sedangkan “setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dipidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak 15 Milyar”.
BACA JUGA : Presiden Jokowi Tegaskan Pengawasan Ketat Terhadap Impor Sampah Ke Indonesia
Penyidik KLHK saat ini juga tengah mendalami dugaan pidana lainnya yang dilakukan oleh LSW sebagai Direktur PT. AST terkait dengan pengelolaan limbah B3 tanpa izin yang ditemukan dilokasi PT. ATR di Kawasan Berikat di Cikupa Tangerang ini.
Jumlah limbah B3 yang dikelola tanpa izin oleh LSW sebanyak 580 ton yang dikemas dalam jumbo bag dan diduga berupa limbah berupa Zinc Oxide, Slag Sn, Zinc Catalys, Zinc Concentrate, Nickel Coumpound dan Batu Cu.
“Apabila terbukti, maka pelaku akan dikenakan ancaman pidana lainnya yaitu “setiap orang yang melakukan pengelolaan Limbah B3 tanpa ijin di pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp3 Miliyar,” ujar Yazid.
Penulis: Dewi Purningsih