Jakarta (Greeners) – Pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 (MK35) yang dibacakan dua tahun lalu, tepatnya tanggal 16 Mei 2013, belum ada implementasi konkrit yang dilakukan pemerintah. Untuk mengingatkan berbagai pihak terhadap putusan ini, beberapa anggota dari Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) melakukan aksi damai di acara Indonesia Climate Change Education & Expo (ICCEFE) yang sedang berlangsung di Assembly Hall Jakarta Convention Center, Jakarta, kemarin.
Fadel Achmad, campaigner untuk Petisi 35 dari AMAN mengatakan bahwa aksi membentangkan tiga spanduk yang berisi statement tentang putusan MK 35 tersebut untuk memperingati dua tahun putusan MK. Putusan yang menyatakan bahwa hutan adat ada di wilayah adat tersebut, belum diimplementasikan pemerintah hingga saat ini.
“Aksi tadi berkaitan dengan kondisi hutan adat yang ada di Indonesia dan berkaitan dengan isu climate change yang semakin tahun semakin membesar. Tapi, secara nyata, apa yang menjadi pergerakan dari isu perubahan iklim belum diimplementasikan dengan baik,” ujar Fadel saat ditemui Greeners usai menjalankan aksi, Minggu (17/05/2015).
Menurut pria yang akrab disapa Icay ini, pasca dua tahun putusan MK, masih ada masyarakat adat yang diusir dari wilayah adatnya. Ia menyontohkan, masyarakat Suku Anak Dalam, Orang Rimba di Jambi, yang harus terusir karena pemberian izin konsesi pasca putusan MK ternyata belum dicabut.
“Seharusnya, ketika ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tadi, pemerintah seharusnya melakukan negosiasi kontrak atau penghentian kontrak,” katanya.
Lebih lanjut Icay menjelaskan bahwa ada tiga statement kunci yang ingin disampaikan kepada pemerintah. Pertama, “2Th Putusan MK 35, Pemerintah Masih Setengah Hati”. Maksudnya, tidak ada tindakan nyata pasca putusan tersebut. Menurut Icay, pasca dibacakannya putusan tersebut kasus-kasus kriminalisasi terhadap masyarakat adat semakin banyak.
“Pemerintah melalui DPR mensahkan UU P3H (Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan), tapi kenapa semakin hari semakin banyak masyarakat adat yang dikriminalisasi oleh UU tadi?” tanyanya.
Statement kedua, yaitu “2Th Putusan MK, Hutan Adat Bukan Hutan Negara”. Pernyataan tersebut, terang Icay, untuk mengingatkan kembali pemerintah agar melaksanakan putusan MK 35. “Jangan cuma secara simbolis di iya-kan tapi praktiknya tidak pernah terjadi,” katanya.
Sementara statement terakhir, “2Th Putusan MK, Kembalikan Wilayah Adat Kami”, menurut Icay sudah sangat jelas. Pernyataan ini muncul karena masih banyak wilayah adat yang belum dikembalikan kepada masyarakat adat.
Icay lantas mengingatkan untuk tidak hanya melihat isu global warming namun melupakan hak masyarakat adat yang mempunyai kebutuhan untuk melaksanakan kegiatan spiritualitas, budaya, dan adat istiadatnya di hutan.
“Segera cabut izin (konsesi) itu. Mari kita bertindak nyata karena global warming semakin nyata,” pungkasnya.
Sebagai informasi, beberapa anggota AMAN melakukan aksi damai di hari terakhir acara ICCEFE 2015 yang tengah berlangsung di ruang Assembly Hall, Jakarta Convention Center, kemarin. Aksi ini berkaitan dengan dua tahun pasca pembacaan putusan MK 35 yang menyatakan bahwa hutan adat bukan hutan negara. Ketiga spanduk yang mereka bawa dibentangkan di depan panggung utama, booth Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, booth Asia Pulp Papper, dan booth Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat.
Penulis: Renty Hutahaean