Oleh Tim Radford Via Climate News Network
London (Greeners) – Secara global, Enviromental Research Letters mendata lebih dari dua juta orang meninggal karena polusi udara luar ruangan setiap tahunnya. Jumlah tersebut jauh lebih besar daripada kematian akibat perubahan iklim.
Sekitar 470 ribu orang meninggal setiap tahun karena polusi lapisan ozon, dan sekitar 2,1 juta orang meninggal karena teracuni partikel-partikel kecil yang terperangkap di paru-paru mereka. Riset ini dilakukan berdasarkan stimulasi model iklim.
Jason West dari Universitas North Carolina, Amerika Serikat, salah satu penulis laporan tersebut menyatakan, mereka memperkirakan polusi udara di luar ruangan adalah faktor penyebab kematian terbesar dari masalah lingkungan. “Banyak kematian terjadi di Asia Selatan dan Asia Timur, di mana populasi penduduk tinggi sementara polusi udara juga mengkhawatirkan,” kata West.
Lapisan ozon di stratosfer bumi berperan penting bagi kesehatan manusia dengan menyaring gelombang berbahaya dari sinar ultraviolet matahari. Namun, kadar ozon yang berada di bagian bawah atmosfer juga dapat menjadi racun, dan menyebabkan serangan asma atau radang paru-paru.
Sulit menyatakan sebab kematian orang perorangan pasti karena polusi udara atau karena masalah lingkungan lainnya. Namun dengan menggunakan data statistik, para epidemiologis dapat mendata bertambahnya jumlah kematian karena polusi udara dalam beberapa dekade terakhir ini. Sekurangnya per tahun 2 juta orang meninggal di seluruh dunia akibat kualitas udara yang buruk.
Tumbuhan Layu Turunkan Kualitas Udara
Dua penelitian menemukan bahwa layunya tumbuh-tumbuhan dapat menurunkan kualitas udara. “Tumbuhan menyerap sekitar 20 persen jumlah ozon di atmosfer bumi, jadi dampak potensial (layunya tumbuhan) terhadap kualitas udara sangat jelas,” kata Dr. Lisa Emberson dari Institut Lingkungan Universitas Stockholm.
Penelitian dari Universitas York, Inggris melaporkan lapisan ozon bumi kini dipenuhi gelombang panas –yang kemungkinan besar karena tumbuhan telah melewati kapasitas mereka menyerap gelombang panas seiring naiknya kadar merkuri di ozon bumi.
Ketika permukaan tanah mengering dan suhu naik, tumbuhan menjadi stres: mereka menutup stomata mereka- lubang-lubang kecil di permukaan daun-sebagai upaya mempertahankan kelembapan. Dengan demikian tumbuhan dapat beradaptasi dengan kondisi ozon yang dipenuhi asap dari kendaraan dan pabrik serta dalam suhu yang semakin panas. Namun menutupnya stomata pada tumbuhan ini, juga berarti tumbuhan itu tidak lagi mampu menghisap gelombang panas dari ozon.
Penelitian Dr.Emberson dan koleganya dari Universitas Stockholm, seperti yang diterbitkan Jurnal Fisika dan Kimia Atmosfer, mengungkapkan hasil studi mereka tentang gelombang panas Eropa pada Juni-Juli 2006.
Daerah sub tropis seperti negara-negara Eropa, kerap mengalami gelombang panas, yaitu serangkaian hari-hari dengan temperatur suhu dan kelembapan tinggi, yang dapat berbahaya bagi manusia. Gelombang panas biasanya terjadi selama musim panas dan sejarah mencatat, fenomena alam ini pernah meminta korban jiwa hingga ribuan orang di Benua Eropa, Amerika Serikat dan Australia.
Emberson dan koleganya menghitung jumlah kadar ozon yang diserap tumbuhan selama terjadinya gelombang panas. Dan selama 16 hari, level ozon yang tersisa di udara terbukti berbahaya bagi kesehatan manusia dan membawa kematian 460 orang lagi di Inggris. Hal ini menunjukkan indikasi gelombang panas yang membuat tumbuhan layu, juga membuat tumbuhan tidak lagi menyerap kadar ozon dari udara.
Kedua penelitian itu menyimpulkan, naiknya suhu bumi pada akhirnya berarti kabar buruk bagi mereka yang dengan paru-paru yang kurang sehat. (G04).