Jakarta (Greeners) – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana mengenakan disinsentif kepada perusahaan yang tak mengelola dan memilah sampahnya. Langkah tersebut mereka lakukan untuk mengurangi kiriman sampah dari Ibu Kota ke Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi.
Sebelumnya Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, bentuk disinsentif berupa pengenaan pajak yang lebih tinggi kepada perusahaan tersebut. Hal itu mengacu pada Peraturan Gubernur Nomor 102 Tahun 2021 terkait dengan kewajiban pengelolaan sampah di kawasan dan perusahaan.
Humas DLH DKI Jakarta Yogi Ichwan menyebut, ketentuan peraturan tersebut masih baru, sehingga baik detail pengenaan pajak dan sanksinya masih Pemprov DKI Jakarta bahas. “Masih dibahas karena ini kebijakan baru,” katanya kepada Greeners, Kamis (21/7).
Yogi memastikan sanksi disinsentif berupa pengenaan pajak tersebut bakal Pemprov kenakan pada perusahaan dan pengelola kawasan yang minim mengelola dan memilah sampahnya.
Waspadai Perusahaan Lepas Tanggung Jawab Kelola Sampah
Menanggapi hal tersebut, pakar sampah dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Enri Damanhuri mengapresiasi bentuk law enforcement yang bakal Pemprov DKI terapkan. Akan tetapi, ia memperingatkan kebijakan tersebut jangan justru jadi celah pengusaha lepas tangan dari tanggung jawab pengelolaan sampah.
“Perusahaan yang benar pasti akan mengelola sampahnya sendiri. Tapi perusahaan nakal bisa jadi justru lebih memilih membayar pajak lalu beban ongkosnya dibebankan pada konsumen. Mereka tak mau ambil risiko mengelola sampahnya,” paparnya.
Kewajiban pengelolaan sampah oleh perusahaan dan pengelola kawasan tercantum dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Mereka harus mengelola sampah dan menyediakan fasilitas dalam pemilahan sampah.
Dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 75 Tahun 2019 Tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, setiap produsen harus bertanggung jawab terhadap sampah yang mereka hasilkan. Aturan ini mengatur produsen seperti para pelaku usaha di bidang manufaktur, jasa makanan minuman dan juga ritel.
Dalam peta jalan tersebut, pemerintah mendorong penarikan kembali kemasan oleh produsen melalui berbagai kolaborasi, seperti bank sampah atau pusat daur ulang. Selain itu, material yang menjadi target di antaranya mengganti produk plastik dan alumunium dengan produk atau kemasan produk yang mudah terurai dan didaur ulang.
DKI Jakarta Perlu Pastikan Cara Produsen Kelola dan Daur Ulang
Dalam hal ini Enri menilai perusahaan jangan sekadar dapat beban pengelolaan sampah, formulasi biaya dan untung ruginya. Lebih dari itu, harus bertanggung jawab atas keberhasilan dalam hal pengelolaan sampahnya.
“Ini akan menjadi tugas berat bagi perusahaan (yang mengelola sampahnya). Sehingga mereka akan lebih memilih membayar pajak karena tak ada penilaian bagus tidaknya dalam hal mengelola sampah,” jelas Enri.
Selain itu, Enri menyatakan tantangan Pemprov DKI Jakarta dalam menerapkan aturan ini. Di antaranya terkait koordinasi dan kontrol setiap dinas atau lembaga terkait. “Bagaimana pelaksanaannya karena kalau pajak kan pasti beda dengan DLH. Itu harus dipastikan,” imbuhnya.
Sebelumnya berdasarkan data DLH DKI, saat ini jumlah perusahaan di ibu kota yang terdaftar memiliki izin lingkungan mencapai 3.352 perusahaan dan kawasan.
Dari jumlah itu, hanya 561 perusahaan yang pengelolaan sampahnya. Pengelolaan lewat 61 penyedia jasa angkut sampah berizin. Rata-rata per hari jumlah sampah dari total kawasan dan perusahaan di ibu kota mencapai 1.382 ton.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin