Jakarta (Greeners) – Indonesia sebagai negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya dikelilingi oleh lautan sudah seharusnya merasa malu atas predikat peringkat dua dunia sebagai penghasil sampah di lautan.
Menurut Pusat Data dan Informasi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), saat ini sedikitnya 12,7 juta ton sampah dibuang ke sungai dan bermuara di lautan setiap tahun. Dari jumlah tersebut, terdapat 13.000 plastik mengapung di setiap kilometer persegi tiap tahunnya.
Menyoroti permasalahan sampah di laut ini, komunitas selam Global Dive Indonesia, Conservation Diving Club, Nautika ITB, Miss Scuba Indonesia dan portal berita lingkungan hidup dan gaya hidup ramah lingkungan Greeners.co, berusaha untuk masuk ke wilayah yang belum tersentuh oleh pihak manapun, yaitu membersihkan sampah yang berada di lautan.
Dengan aksi yang diberi nama #DiversCleanAction dan mengambil momentum Hari Peduli Sampah Nasional 2016, aksi ini berupaya untuk memberi tahu ke masyarakat kalau sampah di laut tidak pernah lepas dari perilaku masyarakat yang membuang sampah sembarangan di daratan.
Swietenia Puspa Lestari, Ketua Pelaksana #DiversCleanAction kepada Greeners mengungkapkan, dirinya beserta teman-teman penyuka kegiatan menyelam bawah laut seringkali menemukan sampah-sampah khususnya plastik saat melakukan kegiatan penyelaman. Sampah-sampah tersebut terlihat sangat mengganggu dan merugikan hewan-hewan di lautan. Bahkan yang lebih parah, bisa mematikan bagi ikan-ikan, penyu atau hewan laut lainnya.
Untuk itu, dirinya beserta teman-teman Global Divers berinisiatif untuk membuat aksi #DiversCleanAction untuk menunjukan peran para penyelam dan stakeholder wisata bahari dalam menanggulangi permasalahan sampah di laut.
“Ini kan satu-satunya aksi bersih sampah yang dilakukan di laut. Melalui aksi ini, kita mau gimana caranya yang di darat dan di laut bisa bersama-sama melakukan aksi bersih-bersih sampah ini. Pokoknya di darat bersih, di laut juga bersih,” tuturnya saat ditemui di Pulau Rambut, Kepulauan Seribu, Jakarta, Sabtu (20/02).
Terkait lokasi, perempuan yang akrab disapa Tenia ini memilih Kepulauan Seribu yang dikhususkan di Pulau Rambut dan Pulau Pramuka. Menurutnya, Jakarta adalah salah satu kota yang menyumbang sampah cukup besar ke laut. Ribuan ton sampah yang mengapung di teluk Jakarta selalu bermigrasi ke pulau-pulau terdekat seperti Kepulauan Seribu.
Ditemui di lokasi yang sama, Ida Harwati, Kepala Seksi Wilayah Tiga Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta mengatakan, Kepulauan Seribu, khususnya Pulau Rambut, telah menjadi ‘persinggahan’ sampah-sampah domestik sejak lama. Mulai dari sampah rumah tangga hingga perabotan seperti sofa dan pelindung lemari pendingin (kulkas) banyak ditemukan di bagian pesisir, terlebih saat laut pasang.
“Setiap musing angin, sampahnya menumpuk di pinggir pantai. Sampah-sampah yang datang itu dari Jakarta; bahkan sampai kursi besar, sandal dan styrofoam pernah ‘mampir’ ke sini. Memang ancaman paling serius di pulau rambut adalah sampah,” katanya.
Pulau Rambut sendiri, sejak tahun 1937 telah ditetapkan sebagai cagar alam. Lalu pada tahun 1999, masuk sebagai Suaka Marga Satwa dengan luas wilayah 90 hektar, dimana 45 hektar diisi daratan dan 45 hektar perairan. Berbagai jenis burung baik burung merandai, air maupun darat ada di sini.
Berdasarkan survei burung indonesia, terdapat 30 jenis burung darat dan 26 jenis burung air di pulau ini. Jenis burung air yang ada diantaranya pecuk padi, koak malam, pecuk ular, cangak abu, cangak merah, kuntul besar, kecil dan sedang. Sedangkan untuk burung jenis darat ada jalak, sri gunting, kacer, dan kepodang.
Sebagai informasi, hasil bersih-bersih sampah yang dilakukan di Pulau rambut selama dua jam telah berhasil mengumpulkan hampir 100 kilo sampah yang telah dipilah. Namun jumlah tersebut diakui telah menurun drastis sejak Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan aturan terkait pembersihan sampah, baik di jalan maupun di gorong-gorong yang ada di Jakarta.
Penulis: Danny Kosasih