Jakarta (Greeners) – Sebagai wujud keseriusan pemerintah dalam meningkatkan pemakaian Bahan Bakar Nabati (BBN), pemerintah telah mengeluarkan kebijakan mandatori BBN. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 20 Tahun 2014, dimana pada tahun 2016 pemanfaatan Biodiesel yang semula 10% (B10) ditingkatkan menjadi 20% (B20), dan akan ditingkatkan kembali menjadi 30% (B30) pada tahun 2020. Meski demikian, Kementerian ESDM mendorong B30 agar mulai dikembangkan pada tahun ini.
Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi yang diwakili oleh Direktur Bioenergi Andriah Feby Misna mengatakan bahwa pada tahun 2019 ini Indonesia akan mengembangkan B30 yang merupakan pengembangan dari B20. Kementerian ESDM sudah menyiapkan peta jalan implementasi B30 ini dan direncanakan Road Test B30 akan dilakukan pada Maret ini.
“Kajian awal untuk B30 ini sudah dilakukan sejak tahun 2017 dengan menggunakan spesifikasi SNI 7182:2015 karena untuk menyukseskan implementasi B30 harus dilakukan perbaikan SNI Biodiesel. Tahun 2018 kami menyusun parameter B100 yang digunakan untuk pengujian B30 dan persiapan road map test. Tahun 2019 jika sesuai rencana bulan Maret akan dilakukan road test penggunaan B30 dengan jarak tempuh 60.000 kilometer,” ujar Feby, Jakarta, Kamis (10/01/2019).
Jika hasil road test dinyatakan berhasil, maka akan dilanjutkan dengan pembahasan revisi SNI Biodiesel dan implementasi B30. Merujuk keberhasilan penggunaan B30 pada sektor transportasi, akan dilakukan kajian terhadap sektor selain transportasi seperti kereta api, alat berat, alutsista, dan sektor non PSO (Public Service Obligation) lainnya.
“Road Test nantinya akan dilakukan pada tiga produsen mobil, yakni Toyota, Mitsubishi, dan Sokon (PT Sokonindo Automobile). Tempat road test masih di survei, kalau B20 kemarin dari Serpong sampai Lembang. Kalau B30 ini masih harus dilihat kondisi jalannya,” kata Feby.
BACA JUGA: Penyerapan Biodiesel B20 Masih Bermasalah
Ketika dikonfirmasi mengenai penggunaan B20 yang masih memiliki banyak kendala, seperti penyerapan minyak sawit mentah yang belum memberikan keadilan bagi petani kecil dan keluhan pengguna B20 terhadap mesin kendaraan, Feby tidak menampik hal tersebut.
“Memang benar jika B20 masih memiliki Pekerjaan Rumah (PR). Tapi karena alasan produktivitas sawit yang masih banyak jadi kita berani untuk memajukan B30 yang seharusnya untuk tahun depan jadi tahun ini. Ini juga untuk mendukung BBN juga,” tutur Feby.
BACA JUGA: Inpres Moratorium Perkebunan Sawit Dorong Penyerapan CPO
Mengenai kesiapan sektor industri, Kasubdit Industri Hasil Perkebunan non Pangan, Direktorat Jenderal Industri Agro, Kementerian Perindustrian, Lila Harsyah Bakhtiar mengatakan bahwa Kemenperin siap membantu.
“Per 1 Januari 2019 sudah diusulkan B30 ini, Februari-Mei kita semua siap-siap tapi siap-siap ini bukan yang langsung jadi. Implementasi B30 perlu antisipasi kompatibilitas pada produk otomotif khususnya kendaraan lama sehingga perlu tes uji kecukupan atau sufficiency test agar kendaraan lama dapat beradaptasi dengan B-20 dulu,” ujar Lila.
Menurut Lila penyebab kurangnya kompatibilitas Biodiesel B20 maupun B30 adalah kandungan monogliserida (MG) sebagai impurities pada mesin diesel. Beberapa dampak yang dapat timbul dari adanya MG adalah korosi pada injector, pipa, tangki bahan bakar, tersumbatnya fuel filter dan timbulnya deposit pada saluran bahan bakar kendaraan.
Penulis: Dewi Purningsih