Jakarta (Greeners) – Perguruan tinggi esensial dalam menanamkan nilai dan budaya di masyarakat, termasuk pelestarian lingkungan. Mengingat peran perguruan tinggi sebagai mata air nilai dan budaya, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Nizam, meminta perguruan tinggi menjadi teladan pelestarian lingkungan. Hal ini dia sampaikan dalam webinar “Peran Perguruan Tinggi dalam Implementasi Adaptasi Perubahan Iklim di Era New Normal”, Jumat (9/10/2020).
“Kita (perguruan tinggi) sadar lingkungan, tapi belum menjadi contoh untuk pengelolaan lingkungan. Kadang kampus masih menjadi pusat sampah di kota,” ujar Nizam.
Nizam menjelaskan, upaya mendorong perguruan tinggi terlibat dalam pengelolaan lingkungan terus dilakukan. Termasuk upaya mendorong program riset terkait lingkungan. Nizam merinci, saat ini terdapat 48 perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki pusat penelitian lingkungan hidup.
Selain program penelitian, program pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik juga didorong untuk menjadi telaga gerakan hijau atau pelestarian lingkungan. Namun, Nizam mengakui upaya pelestarian lingkungan ini semestinya disertai dengan kemampuan kampus mengelola lingkungannya sendiri.
“Kita ingin mewujudkan kampus sehat secara fisik, mental, serta sehat lingkungan. Jadi kampus bisa jadi contoh untuk masyarakat tentang kegiatan hijau kampus yang aman dan nyaman,” jelasnya.
Baca juga: DKI Jakarta Angkut 398 Ton Sampah Sisa Aksi Unjuk Rasa
Dikti Perkenalkan ‘Kampus Merdeka’ Wadah Mahasiswa Lestarikan Lingkungan
Pada kesempatan tersebut, Nizam memperkenalkan kebijakan “Kampus Merdeka”. Kebijakan ini mendorong mahasiswa berperan aktif di masyarakat termasuk dalam menangani masalah lingkungan. Dengan program ini, dia melanjutkan, mahasiswa diharapkan bisa leluasa menjalankan projek mandiri bersama masyarakat tanpa perlu takut terbebani Satuan Kredit Semester (SKS).
“Kegiatan mereka bisa diakui dengan SKS (Satuan Kredit Semester) melalui proyek-proyek mandiri untuk membangun desa hijau atau kampung hijau. Itu bisa jadi proyek mahasiswa dan bisa dihargai penuh 20 SKS oleh kegiatan satu semester,” ucapnya.
Nizam menambahkan pendidikan merupakan faktor terpenting dalam membangun kesadaran masyarakat termasuk dalam menjaga kelestarian lingkungan dan kaitannya dalam pembangunan berkelanjutan. Kemendikbud sendiri telah mengimplementasikan materi pembelajaran lingkungan di setiap jenjang. Nizam mengklaim pihaknya telah menyertakan pentingnya kelestarian lingkungan dalam kurikulum.
“Dalam kurikulum juga perubahan iklim ini sudah masuk dalam mata pelajaran anak-anak kita. Jadi tidak harus menjadi mata pelajaran sendiri atau subjek tersendiri, tapi masuk dalam mata pelajaran,” katanya.
KLHK Berharap Perguruan Tinggi Kawal Pemenuhan Target Perubahan Iklim
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ruandha Agung Sugardiman, mengatakan dunia pendidikan dan akademisi memegang peranan penting dalam membangun literasi perubahan iklim. Ruandha mengingatkan pentingnya upaya literasi perubahan iklim guna memenuhi target iklim Indonesia. Salah satunya komitmen Indonesia dalam Nationally Determined Contribution (NDC) yang memuat transisi strategi indonesia menuju masa depan yang rendah emisi tetapi berketahanan iklim.
“Pendidikan dan akademisi juga harus mengawal implementasi NDC Indonesia sampai ke tingkat yang bisa diintegrasikan dalam tri darma perguruan tinggi,” jelas Ruandha.
Baca juga: Ekonomi Sirkular, Menakar Kans Indonesia dalam Pengelolaan Limbah
Menggema Ruandha, Direktur Adaptasi Perubahan Iklim, KLHK, Sri Tantri Arundhati menekankan perguruan tinggi danakademisi perlu mengawal proses perubahan iklim untuk menjadi arus utama dalam perencanaan pembangunan. Program penelitian dan pengabdian, lanjutnya, harus memuat adaptasi perubahan iklim termasuk dalam tataran persiapan memasuki adaptasi kebiasaan baru.
“Perguruan tinggi dapat menjadi garda terdepan dalam inovasi menuju transformasi digital perubahan narasi perubahan iklim dan sebagainya,” tambah Sri.
Penulis: Muhammad Ma’rup
Editor: Ixora Devi