Jakarta (Greeners) – Sebagai upaya menerapkan komitmen dalam penurunan emisi karbon, Indonesia membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru, yang memiliki kapasitas 510 MW di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
PLTA Batang Toru, dirancang agar bisa menyerap 1,6 juta metrik ton emisi karbondioksida, sehingga nantinya akan menggantikan peran pembangkit listrik tenaga diesel berbahan bakar fosil, yang saat ini masih menjadi beban di Sumatera Utara.
Disampaikan oleh Senior Advisor Lingkungan PT NSHE Agus Djoko Ismamto, PLTA Batang Toru diklaim sebagai proyek ramah lingkungan yang tidak menimbulkan pencemaran, bahkan menghasilkan energi bersih yang mampu menghemat 140 juta dollar setiap tahunnya untuk belanja Bahan Bakar Minyak (BBM).
“Pengurangan emisi sebesar 1,6 juta ton ini setara dengan kemampuan hutan yang ditanami Pohon Saga sebanyak 120 ribu ha. Jadi ini tentu tindakan yang nyata dari pemerintah Indonesia untuk mewujudkan Paris Agreement,” ujar Agus pada acara Halal Bihalal PLTA Batang Toru di Jakarta, Rabu (03/07/2019).
BACA JUGA : Jerman Tutup 84 Pembangkit Listrik Batu Bara, Indonesia Kapan?
Agus juga mengatakan bahwa proyek ini sangat memperhatikan kondisi lingkungan dan satwa yang berada di sekitar. Tidak benar kalau satwa-satwa mati atau terusik karena pembangunan PLTA Batang Toru.
“Khusus Orang Utan (OU) kita amati. Hasil pengamatan kita, habitat orang utan 140 ribu ha tersebar di wilayah Sumatera dan studi kita juga menyatakan kalau ada 2-8 OU yang terkadang berkunjung ke proyek kami, ritme skemanya pada bulan-bulan banyak buah. Pola ini sudah diketahui. Jadi tetap dijaga dan kita membuat jembatan di atas khusus untuk lalu lintas satwa kok terutama Orang Utan (OU),” jelasnya.
Sementara itu, Pengamat Orang Utan dari Universitas Indonesia, Rodnang Siregar, mengatakan jika selama ini kasus orang utan selalu berkaitan dengan deforestasi di mana hal itu bisa mengancam jumlah populasi OU ke depannya.
Oleh karenanya, Rodnang menyampaikan bahwa pembangunan proyek yang diklaim ramah lingkungan ini juga harus bisa melihat konservasi OU.
BACA JUGA : Potensi Energi Terbarukan Melimpah, Pemanfaatannya Belum Maksimal
“Apapun alasannya deforestasi menghancurkan habitat OU. Akibat dari deforestasi yang fragmentasi ini bisa sebabkan OU keluar hutan dan berkonflik dengan manusia. Jadi, jika ingin menurunkan emisi dengan pembangunan PLTA Batang Toru harus ada komitmen untuk menjaga satwa dan spesies di hutan itu,” ujar Rondang.
Sebagai informasi, PLTA Batang Toru ini ditargetkan akan beroperasi secara komersial atau Commercial Operation Date (COD) di tahun 2022.
Saat ini, progres pembangunannya telah memasuki tahap konstruksi sebesar 11 persen. Adapun nilai investasi yang dibutuhkan untuk membangun proyek PLTA Batang Toru yakni mencapai USD1,68 miliar atau setara Rp237,7 triliun. Pendanaan tersebut berasal dari ekuitas perusahaan dan pinjaman.
Penulis: Dewi Purningsih