Jakarta (Greeners) – Transparansi data menjadi kunci dalam upaya advokasi lingkungan dan kesehatan. Masyarakat berhak untuk mengetahui dan mengakses data terkait jumlah maupun jenis polutan yang berada di Indonesia. Pollutants Release and Transfer Register (PRTR) adalah alat penting untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan data lingkungan.
Transparansi data menjadi elemen penting dalam memerangi krisis iklim ini. Akses publik terhadap data polutan yang akurat dan terkini, memungkinkan masyarakat untuk memantau kinerja industri dan pemerintah dalam melestarikan lingkungan hidup.
Toxics and Zero Waste Program Officer Nexus3 Foundation, Annisa Maharani mengatakan, pemerintah perlu merumuskan skema yang jelas dan mudah akses. Hal itu untuk menyediakan data polusi yang terbuka kepada masyarakat.
BACA JUGA: YLKI : Polusi Udara Jakarta Makin Pekat
“Data tersebut harus diperbarui secara berkala dengan panduan interpretasi yang mudah dipahami. Selain itu, industri juga harus ikut berpartisipasi dalam mendukung transparansi data polusi yang diemisikan oleh fasilitas-fasilitas industri mereka,” ujar Annisa lewat keterangan tertulisnya, Jumat (10/5).
PRTR memungkinkan negara untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas data lingkungan dengan membuka data pelepasan polutan ke udara, air, dan tanah ke publik. Dengan data yang jelas dan akurat, pemerintah dapat mengambil langkah-langkah yang tepat dalam menangani masalah polusi serta menjaga kesehatan masyarakat.
Transparansi Data Polutan Masih Minim
Sebagai contoh, polusi dan perubahan iklim di Jabodetabek kini menimbulkan berbagai pertanyaan. Misalnya, sumber polusi, dampaknya pada kesehatan, dan peran transparansi data polutan. Namun, data-data itu masih minim untuk publik akses.
Merujuk studi Greenpeace tentang Silent Killer di Jakarta, Climate and Energy Campaigner Greenpeace, Bondan Andriyanu mengatakan sumber utama permasalahan polusi di Jakarta telah memperparah terjadinya krisis iklim.
“Pada 2019 ada regulasi terkait PLTU Batubara, di cerobong asap tersebut ternyata ada dikeluarkan merkuri. Artinya, transparansi data jauh, jangankan transparansi, mengumumkan data polusi saja masih sedikit-sedikit,” ungkap Bondan.
BACA JUGA: BPPT Luncurkan Lab Uji Polutan Organik Penyebab Kanker
Bondan juga memaparkan bahwa PLTU menjadi salah satu penyebab pencemaran udara dan iklim. Pada tahun 2023 lalu, ada rapat terbatas yang hasilnya menyebutkan bahwa tidak ada polusi dari PLTU Batubara. Namun, pada rapat terbatas kedua, ternyata 34% polusi udara berasal dari PLTU Batubara. Hasil rapat terbatas ini tidak didukung oleh data atau risetnya yang jelas, tetapi kembali lagi pada soal transparansi.
Kesehatan Berkaitan dengan Lingkungan
Research and Advocacy Officer Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Warid Zul Ilmi pun mengaitkan permasalahan polusi dan iklim yang terjadi dengan kondisi kesehatan manusia saat ini. Terutama, permasalahan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan di sekitar masyarakat, mulai dari sanitasi hingga ekonomi.
“Kita masih terbiasa berpikir semua terpisah, lingkungan ya lingkungan aja, jadi kesehatan masyarakatnya gak dilihat. Padahal, 50% penyakit manusia itu dari faktor lain yang saling berkaitan seperti sosial dan lingkungannya,” kata Warid.
Warid juga menjelaskan bahwa berdasarkan hasil data dari Dinas Kesehatan, kasus ISPA dan diare di Sumbawa Barat mengalami peningkatan yang mengkhawatirkan. Namun, ironisnya belum ada kajian dan penelitian ilmiah secara langsung untuk membuktikan secara nyata hasil tersebut.
Akhirnya, terjadi gap dan kebingungan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kecurigaan ini hadir untuk mendorong pemerintah mengambil tindakan hingga akhirnya bisa mengeluarkan data yang jelas.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia