Darurat Sampah, TPA Sarimukti Bandung Terancam Tutup

Reading time: 3 menit
Kondisi TPA Sarimukti. Foto: DLH Jawa Barat

Jakarta (Greeners) – Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat terancam tutup permanen. Meski saat ini TPA tersebut beroperasi kembali, daya tampungnya bakal melebihi kapasitas pada Desember 2023.

April 2023, penumpukan sampah terjadi di 55 titik Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Kota Bandung dan beberapa titik lainnya. Sementara itu, kapasitas TPA Sarimukti sudah berlebih. Terbukti di zona satu, ketinggian sampah mencapai 10 meter, melampaui ambang batas yang seharusnya hanya lima meter.

Artinya kapasitas TPA Sarimukti 7-8 kali kapasitas idealnya. Saat ini layanan TPA Sarimukti meliputi Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat. Dalam perjanjian kerja sama (PKS) kuantitas sampah yang masuk ke TPA ini 1.360 ton per hari. Namun faktanya mencapai 1.829 ton per hari. Kondisi ini bahkan sudah terjadi sejak tahun 2017.

Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) juga mengungkap data, sebanyak 4.046 meter kubik per hari atau 1.476.886 meter kubik pada tahun 2023 sampah masuk ke TPA Sarimukti.

Koordinator Forum Bandung Juara Bebas Sampah (BJBS) David Sutasurya mengatakan, permasalahan ini akan menimbulkan penumpukan sampah di banyak tempat. Penanganan bukan hanya fokus di TPA, tetapi perlu pengurangan sampah oleh masyarakat. Pemerintah provinsi dan kabupaten kota juga harus proaktif.

“Sampah yang sudah sampai di TPA bentuk penanganan apapun itu bukan pemecah masalah. Kita minta ke provinsi harus tegas ke kabupaten atau kota. Kalau malas-malasan itu harus ada sanksi. Kabupaten kota juga harus tegas untuk mengurangi, mengelola, dan memilah,” kata David kepada Greeners, Jumat, (4/8).

Program Kurangi Laju Sampah

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung, Dudy Prayudi menyebut, pihaknya pun terus lakukan berbagai upaya. Termasuk bekerja sama dan berdiskusi bersama BJBS.

“Diskusinya mengarah kepada action plan secara detail yang nanti pihak BJBS akan susun. Ada program pengurangan di tiap sumber penghasil sampah. Kami sedang menunggu action plan tersebut untuk dibahas lebih lanjut,” ungkap Dudy kepada Greeners melalui keterangan tertulis.

Dalam melakukan pengurangan di sumbernya, DLHK membuat program antara lain Program Kang Pisman (kurangi, pisahkan, dan manfaatkan) dalam bentuk penciptaan Kawasan Bebas Sampah (KBS) berbasiskan RW.

“Program ini sangat membantu dalam pengurangan sampah ke TPS bahkan TPA. Meskipun saat ini baru sekitar 10 % saja dari total 1.500 RW di Bandung, yang telah KBS,” lanjut Dudy.

Menurut BJBS, Kota Bandung menjadi penyumbang sampah terbesar ke TPA Sarimukti, totalnya mencapai 50 % dari sampah yang masuk ke TPA Sarimukti. Sebab, Kota Bandung tidak memiliki lahan yang cukup untuk mengatasi volume sampah yang terus meningkat.

Sementara itu Badan Pusat Statistik mengungkap timbulan sampah di Kota Bandung tahun 2023 mencapai 1.339 ton per hari. Seharusnya jatah sampah yang masuk ke TPA hanya 868 ton per hari. Artinya, Kota Bandung mengirim dua kali lipat sampah dari jatah tersebut.

BJBS pun menyarankan, pemerintah provinsi sebagai pengelola TPA menerapkan pembatasan pengiriman sampah organik ke TPA. Tak hanya itu, kabupaten/kota di Metro Bandung harus menyediakan sarana pengolahan sampah organik darurat.

Persoalan sampah di Indonesia menghadapi beragam tantangan. Foto: Freepik

Potensi Kurangi Sampah Hingga 60 %

Dari perkiraan, metropolitan Bandung Raya memiliki potensi pengurangan sampah sebesar 60 %. Sampah tersebut merupakan sampah organik yang dapat masing-masing wilayah kelola. Pengadaan sarana pengolahan organik komunal yang tersedia di masing-masing RW atau kelurahan dapat mengurangi beban sampah yang terbuang ke TPA.

BAPPEDA Provinsi Jawa Barat Tahun 2019 menyebutkan, sampah organik mendominasi sampah di metropolitan Bandung Raya. Sebanyak 44,1 % sampah organik keras dan 12,5 % berupa organik lunak.

Menurut BJBS, perlu pertimbangan matang penetapan langkah darurat. Perlu keakuratan data, konsultasi dengan para ahli dan pemangku kepentingan terkait. Pemerintah pun harus transparan, dan bertanggung jawab.

Penulis : Dini Jembar Wardani

Editor : Ari Rikin

Top