Para ilmuwan mengumpulkan data selama tiga tahun dari Greeland Summit Camp yang menunjukkan 3200 meter di atas permukaan laut.
Mereka menemukan bahwa salju, — yang biasanya mencapai 2 sentimeter dan 10 sentimeter setiap tahun saat hujan turun –, menumpuk di tengah-tengah pulau.
Karena es tertinggi yang berada di tengah-tengah pulau tersebut memiliki suhu jauh di bawah titik beku, hal tersebut justru membuktikan bahwa 40 persen dari permukaan es jarang meleleh.
Para peneliti tertarik pada kecepatan es dan salju dalam penyubliman dan disebarkan oleh angin. Secara umum, mereka tidak menemukan adanya kehilangan es, tapi tidak berarti perubahan iklim tidak mempengaruhi pulau tersebut.
“Ini hanya masalah sepele dibandingkan dengan apa yang terjadi di garis pantai,” kata Dr Berkelhammer. “Setiap kali kami kembali ke Greenland, ujung es semakin menjauhi garis pantai.”
Kelembaban Tinggi
Berdasarkan penelitian di Science Advances, salah satu faktor mempertahankan stabilitas adalah perubahan iklim itu sendiri.
Saat air dipanaskan, ia bisa menahan kelembaban. Jadi, saat dunia menghangat, curah hujan seharusnya meningkat dan salju mulai terakumulasi.
Hans Christian Steen-Larsen, periset senior di Center for Ice and Climate, Niels Bohr Institute, University of Copenhagen, dan rekan-rekannya mengukur uap air dari bongkahan es selama tiga tahun.
Mereka berhasil mengidentifikasi lapisan udara yang terisolasi di permukaan bongkahan es yang terbentuk setiap musim dingin untuk bisa memperlihatkan ketinggian dari jantung pulau tersebut dari penguapan dan curah hujan, dan mengisolasi es tersebut dari perubahan yang terjadi di atmosfer.
Udara yang stagnan mempertahankan permukaan pada kondisi dingin dan kering. Hanya pada ketinggian 100 meter, keadaan atmosfer akan menjadi lebih dinamis. Akhirnya, penelitian tersebut dapat memberikan penjelasan lebih untuk memahami perubahan iklim.
“Kita hanya menemukan proses penting yang membantu menjelaskan kenapa tidak ada hubungan antara suhu dan curah hujan pada bongkahan es di Greenland,” kata Dr Steen-Larsen.
Penulis: Climate News Network