Curah Hujan Kategori Sedang Terjadi di Indonesia Bagian Utara

Reading time: 2 menit
Curah Hujan Mulai Terjadi di Indonesia Bagian Utara
Ilustrasi hujan. Foto : Shutterstock

Jakarta (Greeners) – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi selama bulan Oktober 2019 curah hujan di seluruh wilayah Indonesia masih dalam kategori rendah hingga sedang, di mana kategori sedang terjadi di sebagian wilayah utara. Sementara itu, untuk musim hujan akan terjadi merata di Indonesia mulai bulan November.

“Ini perkiraan kami sampai satu bulan ke depan, daerah yang berpotensi hujan itu Aceh dan Sumatra Utara, sebagian Kalimantan, sebagian Sulawesi, dan Papua. Dan potensi hujan untuk daerah Lampung masih rendah di bulan Oktober ini. Bukan berarti tidak ada hujan, hanya intensitasnya masih rendah,” jelas Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG Indra Gustari dalam Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema “Penanganan Bencana”, bertempat di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Rabu (2/10/2019).

Adanya potensi gelombang tinggi (2,5-4,0 m) cenderung di perairan Indonesia bagian timur dan Samudera Hindia. Sedangkan, ENSO (El-Nino Southern Oscillation) dalam keadaan netral, IOD dalam fase positif. IOD sendiri adalah fenomena lautan-atmosfer di daerah ekuator Samudera Hindia yang mempengaruhi iklim di Indonesia dan negara-negara lain.

BACA JUGA : Turun Hujan Di Area Karhutla, Jumlah Titik Hotspot Mulai Menurun

Untuk prediksi enam bulan ke depan, menurut Indra, puncak musim hujan terjadi pada Januari dan Februari 2020. Sementara itu, waspadai curah hujan tinggi sepanjang Oktober di Aceh, Sumatera Utara dan Papua.

“Di November, sebagian Jawa sudah mulai hujan walaupun kriterianya menengah. Desember sebagian besar sudah masuk hujan. Sedangkan Januari sampai Februari adalah sebagai puncak musim hujan tahun 2019-2020. Sedangkan di Februari-Maret curah hujannya makin tinggi tapi Sumatra bagian utara mulai menurun,” papar Indra Gustari.

Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema "Penanganan Bencana", di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Rabu (2/10/2019).

Diskusi Media Forum Merdeka Barat (FMB) 9 dengan tema “Penanganan Bencana”, di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Rabu (2/10/2019). Foto : Humas BNPB

Hal ini tentunya akan berpengaruh kepada pemadaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di berbagai wilayah Kalimantan hingga Sumatera. Menurut guru besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Azwar Maas, yang bisa menghentikan karhutla skala besar hanyalah hujan.

“Jika api masih terbilang kecil, maka masih ada kemungkinan untuk memadamkannya dengan peralatan. Akan tetapi jika sudah membesar seperti yang terjadi baru-baru ini maka akan sangat sulit,” paparnya.

BACA JUGA : 5 Cara Tetap Sehat Selama Musim Hujan

Menurut Prof. Azwar, bagi pemerintah dan pihak yang memiliki kewenangan untuk pemadaman, selain mengandalkan hujan alami harus memakai teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk hujan buatan. “Soal hujan buatan  bukan hanya pemicu berupa garam saja, tapi juga perlu adanya awan yang menjadi sumber air,” jelasnya.

Usaha pencegahan pembakaran, lanjutnya, harus menjadi penekanan semua pihak setelah kabut asap mulai menghilang dan karhutla mulai padam, setelah hujan mulai turun di daerah-daerah terdampak di enam provinsi, Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.

“Usaha kita sudah cukup, semua pihak sudah berusaha dan penegakan hukum pun sudah dilakukan. Permasalahan utamanya adalah menyadarkan masyarakat atau pihak mana pun agar jangan membakar hutan. Itulah yang penting,” pungkas Prof Azwar.

Penulis: Dewi Purningsih

 

 

 

 

Top