Jakarta (Greeners) – Cuaca panas yang menyengat sangat terasa dalam beberapa hari, termasuk di wilayah Jabodetabek. Padahal awal bulan tahun 2023 ini sebagai puncak musim penghujan. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memastikan bahwa meski cuaca panas, belum ekstrem.
Prakirawan BMKG Iqbal Fathoni menyatakan suhu di wilayah Jabodetabek teramati berada pada kisaran 32 – 34 Celcius dan masih dalam kategori normal. “Kondisi ekstrem untuk suhu udara adalah +3 Celcius di atas nilai normal suhu maksimum harian,” katanya kepada Greeners, Senin (16/1).
Ia menyebut dalam beberapa hari terakhir kondisi cuaca di wilayah Jabodetabek maupun pulau Jawa secara umum mengalami penurunan intensitas hujan dan berbeda kondisi dengan akhir dan awal tahun.
“Cuaca didominasi oleh kondisi cerah-cerah berawan. Namun beberapa wilayah masih terpantau mengalami hujan dengan intensitas sedang yang bersifat lokal seperti wilayah Depok, Jaksel, dan Jaktim,” imbuhnya.
Pemicu penurunan intensitas hujan ini yaitu adanya pelemahan aktivitas monsun Asia sejak 10 Januari lalu. Sehingga menyebabkan aliran massa udara dari Benua Asia yang menjadi penyebab hujan di wilayah Indonesia bagian barat berkurang.
“Kemudian berganti massa udara dari selatan yang cenderung kering sehingga pertumbuhan awan hujan sangat minim terutama di wilayah Indonesia bagian Selatan (Jawa – Bali – Nusa Tenggara),” ungkapnya.
Kendati demikian, Iqbal menyebut bahwa kondisi hujan diprakirakan akan kembali terjadi dan meningkat mulai 16 Januari hari ini khususnya di wilayah Jabodetabek. “Tapi tak setinggi awal tahun. Hujan berintensitas sedang,” kata dia.
Cuaca Panas, Waspada Karhutla
BMKG juga terus mengingatkan kepada masyarakat akan ancaman dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Pasalnya, pada tahun 2023 ini prediksi fenomena La Nina yang sedianya terjadi sejak tiga tahun lalu akan beralih ke kondisi netral. Itu artinya kondisi musim kemarau tidak basah seperti pada tahun 2020-2022 lalu.
“Saat ini karhutla belum terpantau hotspot yang signifikan dan umumnya baru akan signifikan pada musim kemarau nanti, Juni hingga Agustus,” ucapnya.
La Nina merupakan fenomena mendinginnya suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur di bawah kondisi normalnya. Fenomena ini menyebabkan hujan lebat dan udara dingin. Berbeda dengan kondisi tiga tahun sebelumnya, pada tahun 2023 ini curah hujan secara umum relatif lebih rendah.
Sebelumnya Kantor Meteorologi Inggris menyatakan bahwa La Nina tahun ini kemungkinan besar berakhir tapi suhu bumi akan lebih panas. Bahkan menjadi salah satu tahun terpanas dunia. Hal ini seiring dengan pemanasan global dan perubahan iklim.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) meminta masyarakat agar waspada terhadap bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) selama 2023. Potensi karhutla semakin besar pada tahun ini. Berbagai mitigasi bencana karhutla, mulai dari penyediaan heli patroli dan water bombing siap untuk mengantisipasi karhutla tahun ini.
Penulis: Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin