Jakarta (Greeners) – Pada bulan September 2017, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan curah hujan di Indonesia masih pada tingkat rendah hingga menengah terutama di provinsi-provinsi rawan kebakaran hutan dan lahan. Kondisi ini diakui oleh Raffles B. Panjaitan, Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memaksa Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK, Manggala Agni, untuk terus bersiaga.
Menurut Raffles, jika melihat dari laporan Posko Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK, masih banyak titik panas (hotspot) yang terpantau di awal bulan September sehingga Manggala Agni harus tetap siaga. Ia juga menyatakan bahwa pemantauan hotspot melalui website Sipongi terus dilakukan setiap hari. Groundcheck hotspot dan tindakan pemadaman dini juga dilakukan jika memang terjadi kebakaran di hotspot tersebut.
“Pemadaman dini harus segera dilakukan untuk mencegah kebakaran meluas. Pantau hotspot, cek ke lokasi dan lakukan pemadaman dini,” katanya, Jakarta, Rabu (06/09).
BACA JUGA: Awal Musim Hujan Diperkirakan Berlangsung pada Oktober
Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada Sistem Peringatan Kebakaran Hutan, terusnya, potensi terjadinya kebakaran di Indonesia untuk tanggal 5 September 2017 menunjukan sebagian besar provinsi di Indonesia pada tingkat sangat mudah terbakar. Provinsi-provinsi tersebut antara lain Aceh, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, dan sebagian kecil provinsi lain di wilayah Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
Pada tanggal 4 September 2017, pukul 20.00 WIB pada Satelit NOAA19, terpantau 10 hotspot, yang tersebar di Provinsi Kalimantan Barat (4 titik), Bangka Belitung (1 titik), Jawa Barat ( 2 titik), dan Jawa Timur (3 titik). Sedangkan berdasarkan Satelit TERRA AQUA (NASA) dan Satelit TERRA AQUA (LAPAN) confidence level ≥80% menunjukkan jumlah hotspot yang sama sebanyak 9 titik dengan rincian 1 titik di Papua (Kabupaten Merauke), 1 titik di Maluku (kabupaten Kepulauan Aru), 1 titik di Lampung (Kabupaten Lampung Tengah), 5 titik di Jawa Barat (Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, Subang), dan 1 titik di Bali (Kabupaten Buleleng).
BACA JUGA: BNPB Prediksi 1,4 Juta Jiwa akan Terdampak Kekeringan
Untuk informasi hotspot, berdasarkan Satelit TERRA AQUA (LAPAN) confidence level ≥80%, jumlah hotspot di Indonesia ada 7 titik yaitu di Nusa Tenggara Timur (3 titik), Nusa Tenggara Barat (1 titik), dan Kalimantan Timur (3 titik). Dengan demikian, berdasarkan Satelit NOAA untuk periode tanggal 1 Januari – 4 September 2017 total hotspot 1.725 titik. Terdapat penurunan jumlah hotspot sebanyak 679 titik (28,24%) jika dibandingkan periode yang sama tahun 2016 dimana jumlah hotspot sebanyak 2.404 titik.
“Sedangkan berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA) confidance level ≥80% periode tanggal 1 Januari – 4 September 2017 terdapat 984 titik, pada periode yang sama tahun 2016 jumlah hotspot sebanyak 3.095 titik, sehingga terdapat penurunan jumlah hotspot sebanyak 2.111 titik (68,20%),” pungkasnya.
Penulis: Danny Kosasih