Jakarta (Greeners) – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam, telah memutus perkara pencemaran Laut Natuna Utara Perairan Indonesia pada Rabu (10/7). Terdakwa adalah Mahmoud Mohamed Abdelazi Mohamed Hatiba (43), nakhoda kapal MT Arman 114 berbendera Iran. Hakim menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara dan denda 5 miliar kepada nakhoda kapal tersebut.
Nakhoda dengan status kewarganegaraan Mesir itu terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 69 ayat (1) Huruf a jo Pasal 98 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Apabila pidana denda tidak terdakwa bayar, ia akan menerima hukukan pidana kurungan selama enam bulan.
Selain itu, majelis dalam putusannya menyatakan barang bukti berupa satu unit Kapal (MT Arman 114 Berbendera Iran) beserta muatan light crude oil, sejumlah 166.975,36 metrik ton dirampas untuk negara. Putusan Majelis Hakim PN Batam tersebut telah sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
BACA JUGA: Pencemaran Laut, Persoalan Dasar Sampah Belum Terjawab
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Dirjen Gakkum) KLHK, Rasio Ridho Sani menjelaskan bahwa vonis majelis hakim PN Batam menjadi pembelajaran penting bagi pelaku kejahatan lingkungan. Khususnya, bagi pelaku pencemaran laut Indonesia.
“Kita harus menindak tegas kapal-kapal asing yang menjadikan laut Indonesia jadi tempat pembuangan limbah. Pelaku kejahatan seperti ini harus dihukum maksimal agar ada efek jera,” katanya saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (12/7).
Air Laut Terkontaminasi Tumpahan Minyak
Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK, Yazid Nurhuda mengungkapkan kasus ini bermula dari hasil tangkapan Petugas Patroli KN Marore 322 Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI. Mereka telah melihat dua kapal tanker yang saling menempel dan mematikan Automatic Identification System (AIS).
Selanjutnya, tim Bakamla RI mendekati dan terlihat Kapal MT Arman 114 berbendera Iran bermuatan light crude oil dan MT Tinos. Mereka menduga kapal tersebut telah melakukan kegiatan ship to ship secara ilegal. Dari hasil pengamatan drone, terlihat sambungan pipa kedua kapal kapal terhubung. Bahkan, terdapat juga oil spill dari kapal MT Arman 114.
Akhirnya, tim Bakamla RI mengambil sampel air laut yang terkontaminasi minyak akibat oill spill (tumpahan minyak). Tim juga memeriksa Kapal MT Arman 114 dibantu oleh coast guard Malaysia.
BACA JUGA: KIARA: 13.000 Sampah Plastik Mengapung di Permukaan Laut
Selanjutnya, tim membawa kapal MT Arman 114 Berbendera Iran ke Perairan Batam untuk tindakan lanjutan. Kemudian, pada 11 Juli 2023, Bakamla RI melimpahkan kasus ini kepada KLHK. Setalah itu, Gakkum LHK melakukan pendalaman dan penyidikan sesuai kewenangan.
Berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap sampel air laut yang terkontaminasi oil spill dan keterangan ahli, fakta menunjukkan bahwa terjadi pencemaran air laut di Laut Natuna Utara, Provinsi Kepulauan Riau akibat oil spill dari Kapal MT Arman 114.
Hakim Jatuhkan Hukuman kepada Pencemar Laut Indonesia
Sebelumnya, pada 15 Juni 2022, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam juga pernah menjatuhkan hukuman pidana 7 tahun penjara dan denda Rp5 milliar terhadap kasus memasukkan limbah B3 ke wilayah NKRI. Hukuman itu hakim berikan kepada Chosmus Palandi sebagai Kapten Kapal SB Cramoil Equity berbendera Belize.
Selain itu, pada 25 Mei 2021, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam menjatuhkan hukuman kepada Chen Yi Qun. Ia merupakan warga negara China (Nakhoda Kapal Tanker MT Freya berbendera Panama). Chen Yi Qun bersalah karena melakukan tindak pidana dumping limbah B3 ke laut. Ia mendapatkan hukuman pidana penjara satu tahun dan denda dua miliar.
Rasio mengatakan, KLHK sangat mengapresiasi para jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Batam yang menuntut hukuman berat kepada pelaku. Pihaknya juga mengapresiasi Kejari Batam, Kejati Kepulauan Riau, serta Kejaksaan Agung atas dukungan dan komitmen dalam penanganan perkara ini.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia