Jakarta (Greeners) – Penyakit antraks kembali memakan korban. Demi memutus rantai penyakit antraks, hewan ternak yang mati harus dikubur. Masyarakat jangan sampai menggalinya dan mengonsumsi dagingnya.
Penyakit antraks belum lama ini terjadi di Gunung Kidul. Antraks menyerang puluhan warga hingga memakan korban jiwa. Wabah penyakit terjadi bermula dari seorang warga yang menyembelih dan mengonsumsi sapi yang terpapar antraks. Bahkan ada sapi yang telah dikubur, lalu digali dan dikonsumsi warga.
Antraks (Anthrax) merupakan penyakit hewan menular yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Pada umumnya, bakteri ini menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba, dan lainnya serta dapat menular ke manusia.
Bakteri penyebab antraks apabila terpapar udara, akan membentuk spora yang sangat resisten terhadap kondisi lingkungan dan bahan kimia termasuk desinfektan tertentu. Bakteri ini bisa bertahan selama puluhan tahun di dalam tanah.
Dosen Teknologi dan Manajemen Ternak Bidang Ternak Ruminansia Institut Pertanian Bogor, Dudi Firmansyah mengatakan, untuk memutuskan rantai penyakit ini, hewan ternak yang terinfeksi antraks harus dikubur atau dibakar.
“Karena hewan itu tersusun dari bahan-bahan organik nanti akan terurai dan menjadi unsur hara. Tetapi memang dari beberapa hasil penelitian bakteri antraks ini meskipun sudah dikubur tetapi sulit mati,” kata Dudi kepada Greeners, Sabtu (8/7).
Menurut Dudi penguburan hewan ternak yang terinfeksi antraks tidak begitu membahayakan lingkungan. Asalkan masyarakat menghentikan menggali tanah tersebut dan tidak lagi mengonsumsi hewan terinfeksi antraks yang sudah dikubur.
Sebab, jika tanah digali, spora akan berpotensi menyebar ke permukaan atas tanah dan berpotensi menyebar pada lingkungan hingga berdampak bagi hewan ternak hingga manusia.
Dudi pun menekankan penguburan hewan ternak ini tak menjadi soal, karena tanah merupakan bagian dari unsur pelapukan bebatuan dan organik. Komposisi protein dan karbohidrat hewan terkubur bisa membantu meningkatkan unsur hara.
Bahaya Antraks Bagi Manusia
Dokter Hewan PT Global Dairi, Wandi Himawan menjelaskan, antraks bisa menimbulkan infeksi pada kulit, paru-paru, hingga pencernaan manusia.
“Pada manusia ada tiga bentuk penularan yaitu terhadap kulit, saluran pencernaan, dan paru-paru. Oleh karena itu kalau habis kontak sama hewan ternak dianjurkan disinfeksi biar aman,” kata Wandi.
Terkenanya lendir, mengonsumsi daging hewan yang terpapar antraks, dan terhirupnya spora dari udara merupakan akibat dari paparan penyakit antraks pada manusia.
Wandi menambahkan, infeksi antraks pada kulit dan pencernaan ini menjadi penyebab kematian terbanyak pada manusia. Gejala yang sering terjadi yaitu seperti diare dan feses yang berdarah. Antibiotik bisa obati jangkitan antraks pada manusia.
Perkuat Antisipasi
Merebaknya penyakit antraks saat ini bukan kali pertama. Antraks mewabah di Indonesia sejak tahun 1884, setiap tahunnya wabah terus terjadi di berbagai wilayah. Sektor perternakan pun terus lakukan pencegahan.
Melihat beberapa kejadian, pemerintah telah mengeluarkan regulasi pemotongan ternak tidak boleh dilakukan di sembarang tempat. Pemotongan hewan wajib dilakukan di rumah potong hewan.
Pakan hewan ternak juga perlu dapat perhatian. Pakan berupa tulang dan daging sisaan yang dibuat seperti tepung tidak bisa dijadikan sebagai makanan hewan ternak, baik sapi maupun domba.
Tak sekadar itu, pengecekan kesehatan rutin pada hewan ternak juga perlu diperhatikan. Khususnya pada wilayah ternak yang pernah terjangkit penyakit seperti antraks.
Antisipasi kuat seperti inilah yang perlu dilakukan supaya ketika hewan ternak berpindah tempat tidak menimbulkan penyebaran bakteri pada lingkungan, manusia, dan hewan lainnya.
Penulis : Dini Jembar Wardani
Editor : Ari Rikin