Jakarta (Greeners) – Menutup tahun 2016, Pemerintah memberikan kado manis kepada Masyarakat Hukum Adat dengan menetapkan sembilan hutan adat dan mengeluarkan wilayah adat Pandumaan-Sipituhuta seluas 5.172 hektar dari konsesi PT Toba Pulp Lestari. Konsesi perusahaan yang telah puluhan tahun berkonflik dengan masyarakat.
Di penghujung 2016 pula, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menegaskan keberpihakannya kepada masyarakat dengan mengalokasikan 12,7 juta hektar hutan untuk kegiatan perhutanan sosial.
Di sisi penegakan hukum, pemberian sanksi-sanksi pada perusahaan pembakar hutan terbukti juga terus dilakukan. Penyelamatan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) dilindungi serta pengendalian pencemaran lingkungan juga turut menjadi sorotan capaian yang dilakukan oleh divisi Penegakan Hukum yang bahkan belum satu tahun terbentuk di KLHK ini.
Seluruh prestasi diatas memang berhasil dicapai oleh Kementerian yang dipimpin oleh Siti Nurbaya tersebut. Namun, bukan berarti harus berpuas diri. Siti sendiri mengakui masih banyak kerja-kerja dari Kementeriannya yang belum memuaskan. Khususnya dalam hal kelembagaan yang rapih dan terorganisir serta kebijakan dan hasil kerja yang belum tersistem dan mampu diukur hasilnya oleh masyarakat.
BACA JUGA: 10,2 Juta Penduduk Belum Sejahtera Tinggal di Kawasan Hutan
Kepada Greeners, beberapa hari sebelum tahun 2016 berakhir, Siti mengungkapkan kegemasannya pada pengelolaan kawasan Taman Nasional yang masih belum maksimal.
Meskipun kampanye “Ayo ke Taman Nasional” telah dilakukan, ia mengakui masih banyak pembenahan yang belum terkejar khususnya pada infrastruktur pariwisata. Padahal, banyak sekali potensi yang bisa didapatkan jika Kawasan Taman Nasional bisa terkelola dengan baik.
“Jadi tahun 2017 ini, saya akan kembali melanjutkan perbaikan Kawasan Taman Nasional. Taman Wisata Alam dan sejenisnya. Ini juga tentunya butuh kolaborasi dengan Kementerian Pariwisata. Kolaborasi yang intensif dengan target pencapaian yang lebih baik,” tuturnya.
Catatan penting selanjutnya adalah masalah pencemaran plastik di laut. Tahun 2017, Birokrat dari partai Nasional Demokrat ini mengaku akan mulai fokus pada isu pencemaran plastik di laut (Marine Plastic Debris). Bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dengan leading sector-nya KLHK, Siti ingin pembahasan mengenai pencemaran sampah di laut mengemuka dan dapat terselesaikan dengan baik.
Isu deforestasi akibat kebakaran hutan dan illegal logging pun tidak luput menjadi target kerja Siti di tahun 2017. Melalui sistem Perhutanan Sosial, Siti yakin, masalah deforestasi akan terselesaikan dengan baik karena melibatkan langsung masyarakat. Strategi tersebut diakuinya sejalan dengan komitmen pemerintah sesuai instruksi Presiden yang harus menghadirkan negara di tengah masyarakat.
BACA JUGA: KLHK Klaim Pulihkan 4 Juta Hektar Hutan Indonesia
Di tahun 2015, Siti mengamini sumbangan deforestasi terbesar memang datang dari kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di sembilan provinsi. Namun di tahun 2016, hal tersebut dijawabnya dengan melakukan pencegahan dan penanganan yang lebih intensif sehingga ia mengklaim KLHK mampu menurunkan jumlah titik api cukup drastis.
“Dunia internasional selalu menyalahkan Indonesia tentang deforestasi, padahal sebetulnya upaya kita sudah banyak. Deforestasi akibat karhutla di 2015 memang dahsyat tapi kita jawab dengan penanganan 2016. Kita sudah menurunkan hotspot sangat banyak sehingga tidak ada pencemaran udara. Kecuali di riau pada 23 sampai 29 Agustus kemarin. Itu pun hanya dirasakan selama 2 jam di Singapura. Jadi ya itu sebetulnya belum dahsyat,” tuturnya.
Sedangkan deforestasi dari penanganan illegal logging, ia meyakini telah terjadi penurunan cukup signifikan, meskipun ia tidak ingin menyebutkan angka pastinya. Penurunan jumlah praktik illegal logging tersebut didasari oleh patroli yang dilakukan sepanjang tahun 2016 di tujuh Provinsi.
BACA JUGA: FLEGT Indonesia-EU Resmi Berlaku, Standar SVLK Perlu Ditingkatkan
Selain itu, keberhasilan Indonesia yang menjadi contoh negara pertama di dunia dengan lisensi Forest Law Enfrocement and Governance and Trading (FLEGT-license) pun turut berkontribusi dalam penurunan praktik illegal logging di Indonesia.
“Memang mengukur deforestasi itu tidak gampang. Indonesia yang seluas ini kalau dibandingkan dengan negara tetangga yang seluas Jakarta, ya, tidak comparable (tidak akan sesuai),” tegasnya.
Terkait implementasi Pengendalian Perubahan Iklim (PPI), Indonesia telah berkomitmen dengan meratifikasi Perjanjian Paris dengan UU Nomor 16 Tahun 2016. Tentu banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan agar komitmen tersebut berjalan sesuai jalurnya. Salah satu sektor yang dianggap harus turut berperan dan berkontribusi adalah Pemerintah Daerah.
Siti mengapresiasi beberapa provinsi yang bersedia dengan komitmennya dalam menerapkan program perubahan iklim dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). Namun, ia tidak menampik banyaknya gap informasi tentang pendendalian perubahan iklim di daerah yang membuat Pemerintah daerah masih kebingungan menyusun Rencana Aksi Daerah-nya terkait adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
“Ya kita tidak bisa tutup mata ya. Perubahan iklim ini kan bicara soal gaya hidup. Jadi agak sulit menginterpretasikannya. Tapi kita sudah memetakan mana-mana saja provinsi yang memang cukup advanced (lebih baik pengetahuannya) terkait perubahan iklim,” ujar Siti menutup perbincangan.
Penulis : Danny Kosasih