Jakarta (Greeners) – Ancaman terhadap kelestarian burung-burung migran saat ini cukup kompleks, mulai dari alih fungsi lahan yang menyebabkan hilangnya habitat, perburuan, hingga polusi sampah dan secara khusus sampah plastik mulai mengancam kelestarian burung-burung bermigrasi.
Pada tanggal 11 Mei lalu diperingati sebagai Hari Migrasi Burung Sedunia yang bertemakan “Lindungi Burung: Jadi Solusi Terhadap Polusi Plastik”. Pada peringatan ini bertujuan mengajak masyarakat luas untuk lebih bijak dalam penggunaan plastik, sebagai langkah awal turut serta dalam pelestarian burung-burung bermigrasi dan habitatnya.
Biodiversity Conservation Specialist dari Burung Indonesia, Ferry Hasudungan menyampaikan bahwa secara umum dalam pengembaraannya, burung bermigrasi bergantung pada habitat yang aman untuk beristirahat serta produktif untuk memperoleh makanan, membangun energi yang cukup untuk bahan bakar fase selanjutnya dari perjalanan burung migrasi tersebut.
BACA JUGA : Indonesia Berpotensi Kembangkan Ekowisata Pengamatan Burung Migran
“Beberapa burung memang bisa melakukan terbang nonstop hingga tujuan migrasinya, namun sebagian besar singgah di beberapa wilayah atau negara yang berbeda. Untuk itu, kerja sama internasional di seluruh jajaran migrasi mereka sangat penting untuk melestarikan dan melindungi burung bermigrasi dan habitat tempat mereka bergantung termasuk lingkungan yang bersih terutama dari sampah plastik,” ujar Ferry saat dihubungi Greeners melalui pesan singkat, Sabtu (01/06/2019).
Ferry mengatakan dari 1.777 species burung yang tercatat di wilayah Indonesia, 262 species diantaranya merupakan burung-burung yang bermigrasi. Artinya, keberadaannya di wilayah Indonesia sebagai bagian dari siklus migrasi, yaitu pergerakan atau perpindahan di antara tempat berbiak menuju tempat non-berbiak atau tujuan migrasinya atau sebaliknya.
Secara global, terdapat sembilan (9) jalur utama (flyway) yang menjadi rute migrasi dari burung-burung tersebut, dan wilayah Indonesia termasuk ke dalam jalur terbang Asia Timur – Australasia (East Asian – Australasian Flyway/EAAF).
Jalur ini (EAAF) terbentang mulai dari wilayah Russia timur dan Alaska, ke selatan melalui wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara hingga ke wilayah Australia dan Selandia Baru, meliputi wilayah dari 22 negara di bentangan tersebut.
BACA JUGA : Tahun 2019 Spesies Burung Indonesia Bertambah 6 Jenis
“Jalur ini merupakan rumah bagi 50 juta burung air bermigrasi yang terdiri dari 250 populasi burung yang berbeda ttermasuk didalamnya 32 jenis terancam punah secara global. Sebagian besar asal burung bermigrasi adalah dari belahan bumi utara (Russia, Alaska, dan Asia bagian Utara), sebagian lainnya dari belahan bumi selatan (Australasia),” ujar Ferry.
Lanjutnya, kemudian polusi, sampah dan secara khusus sampah plastik mulai mengancam kelestarian burung-burung bermigrasi, karena berpotensi termakan dan berdampak langsung atau juga jangka panjang. “Tali-tali plastik secara tidak sengaja menjadi penjerat mati bagi beberapa burung laut,” katanya.
Menurut studi yang dilakukan oleh Tim ilmuwan Australia (Chris Wilcoxa, Erik Van Sebilleb,dan Britta Denise Hardestya) pada tahun 2015 yang telah mempelajari burung dan sampah laut menemukan bahwa 29% burung laut sudah mengonsumsi sampah plastik. Dengan menggunakan survei literatur, permodelan osenografi, dan model ekologi untuk memprediksi risiko konsumsi plastik untuk 186 spesies burung laut secara global. Hasil dampaknya pun paling besar berada di perbatasan selatan Samudra Hindia, Pasifik, dan Atlantik.
Penulis : Dewi Purningsih