Buruh Perikanan Minta Jokowi Meratifikasi Konvensi ILO No. 188 Tahun 2007

Reading time: 3 menit
buruh perikanan
Aksi May Day KIARA bersama 50 buruh perikanan di Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (01/05/2018). Foto: KIARA

Jakarta (Greeners) – Hari Buruh Internasional atau disebut May Day yang berlangsung hari ini dimanfaatkan oleh 50 buruh perikanan untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Aksi yang didampingi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) tersebut meminta agar negara segera melahirkan undang-undang perlindungan dan pemberdayaan yang lebih spesifik untuk pekerja di sektor perikanan.

“Menurut saya, ini baru pertama kali buruh perikanan atau masyarakat pesisir turun ke jalan dalam peringatan May Day ini. Sebelum aksi ini, kami sudah mengadakan workshop terkait dengan evaluasi perlindungan terhadap pekerja perikanan,” ujar Susan Herawati, Sekretaris Jenderal KIARA. Bersama buruh perikanan, KIARA melakukan Aksi May Day di Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (01/05/2018).

Susan menyatakan bahwa KIARA mendesak Presiden Joko Widodo untuk melindungi setidaknya 12 juta hak buruh sesuai dengan amanah UUD 1945 Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2), dan Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 secara konsisten. Dalam konstitusi tegas dinyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan; memilih pekerjaan; dan terbebas dari ancaman ketakutan untuk melakukan atau tidak melakukan pilihan yang menjadi hak asasinya”.

“Berangkat dari hal tersebut, momentum May Day harus dijadikan titik pijak bagi pemerintahan Jokowi-JK untuk memperhatikan buruh perikanan nasional. Jumlah buruh yang bergerak di sektor pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dari tahun ke tahun meningkat jumlahnya. Namun perlakukan diskriminatif perusahaan kepada mereka masih banyak terjadi,” lanjut Susan kepada Greeners.

BACA JUGA: Menteri Susi Ajak KKP Move On Demi Kesejahteraan Nelayan

Pusat Data dan Informasi KIARA (2017) mencatat, ketidakadilan yang dialami oleh pekerja perikanan atau buruh perikanan sangat beragam. Secara umum, buruh perikanan memiliki beban kerja dan jam kerja yang sangat panjang, di atas 10 jam; tidak diperbolehkan komplain; tidak disediakan mekanisme komplain; jika buruh perikanan melawan maka tak segan-segan buruh perikanan akan dilempar ke laut, bahkan jika buruh perikanan dianggap melanggar kontrak, maka pihak keluarganya yang akan dicari, dan lain sebagainya.

“KIARA mencatat, pekerja perikanan atau buruh perikanan mendapatkan upah rata-rata Rp50.000-Rp 100.000 per hari untuk kapal domestik dan rata-rata Rp100.000-Rp 150.000 untuk kapal asing. Jika dibandingkan dengan beban dan resiko kerja yang mereka alami, upah tersebut tergolong sangat murah,” ujar Susan.

Meski beberapa kebijakan perburuhan telah disahkan, diantaranya UU NO 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, namun ironinya implementasi dari pemenuhan hak-hak pekerja masih belum dijalankan dengan baik.

Lebih dari itu, Organisasi Buruh Internasional (ILO) telah merumuskan bentuk standar-standar kerja yang layak di bidang usaha perikanan tangkap, yakni Konvensi ILO No. 188 Tahun 2007 mengenai Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan dan Rekomendasi ILO No. 199 Tahun 2007 mengenai Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan. Namun hingga hari ini, tidak ada satu pun negara di Asia yang telah meratifikasi Konvensi ILO 188 Tahun 2007, termasuk Indonesia.

BACA JUGA: Peralihan Cantrang, KKP akan Beri Bantuan Asuransi Kapal

Susan menegaskan, khusus berkaitan dengan pekerja perikanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti telah menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 35 Tahun 2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia pada Usaha Perikanan. Namun hingga hari ini, penegakan hukum bagi para pelaku pelanggaran HAM para pekerja perikanan masih rendah. Hal ini diperburuk dengan minimnya koordinasi lintas instansi seperti Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian Perhubungan.

Berdasarkan fakta-fakta di atas, KIARA mendesak Presiden Jokowi selaku Kepala Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk:

1. Meratifikasi Konvensi ILO No. 188 Tahun 2007 mengenai Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan dan Rekomendasi ILO No. 199 Tahun 2007 mengenai Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan sebagai bentuk perlindungan terhadap buruh perikanan;

2. Memerintahkan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Kelautan dan Perikanan untuk menghentikan praktik-praktik hubungan industrial outsourcing dan kerja kontrak yang hanya akan melanggengkan praktik perbudakan tanpa ada hubungan kerja seimbang antara pekerja dan pengusaha;

3. Memerintahkan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk menindaktegas pelaku usaha yang melanggar ketentuan hukum pidana perburuhan di Indonesia, seperti melakukan pemberangusan serikat buruh, tidak membayar upah kerja, membayar upah dibawah standar regional, dan lainnya.

Penulis : Dewi Purningsih

Top