Kalimantan Tengah (Greeners) – Saat ini perkembangan rotan di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah menurun akibat akses pasar dan harga yang tidak sesuai. Atas situasi ini Bupati Katingan Sakariyas menyatakan jajarannya tidak akan menyerah untuk mengembangkan dan membangkitkan esensi rotan di Katingan.
Data terbaru tahun 2018, hasil survei potensi rotan yang dilakukan UPT-KPHP Katingan Hulu Unit XVII dan WWF terdapat sebaran potensi rotan di wilayah kelola UPT-KPHP Katingan Hulu Unit XVII mencakup 8 Kecamatan dengan luasan 104.572,23 Ha dan total jenis rotan sebanyak 41 jenis. Dari luas sebaran tersebut diprediksi potensi rotan basah mencapai 136.028 ton per tahun dan dapat menghasilkan potensi produksi rotan kering 12.695 ton per tahun.
“Berbagai upaya sudah kami lakukan untuk mengembalikan esensi rotan di Katingan ini. Kami sudah mengarahkan para petani untuk melakukan inovasi-inovasi, seperti inovasi desa, mendatangkan instruktur untuk mengajarkan membuat produk kerajinan tapi masih belum mencukupi. Kami tidak mau menyerah dan masih ingin mencari jalan keluar akan masalah rotan ini,” ujar Sakariyas ketika ditemui Greeners usai kunjungan media di kantor Bupati Katingan, Kamis, (31/01/2019).
BACA JUGA: WWF Indonesia Dampingi Petani Katingan Tingkatkan Produksi Rotan
Berbagai kebijakan sudah dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Katingan untuk mendukung kelestarian produksi dan tata niaga rotan, diantaranya membangun kerjasama tata niaga rotan dengan industri pengolahan di Pulau Jawa, pengadaan sarana dan prasarana pengolahan rotan, mendirikan sekolah kejuruan pengolahan rotan, memfasilitasi pelatihan anyaman rotan, dan membentuk kelembagaan P2RK (Perkumpulan Petani Rotan Katingan). Pemerintah Kabupaten Katingan juga telah menetapkan visi pembangunan daerah Katingan sebagai pusat produksi dan perdagangan rotan Indonesia.
“Semua upaya sudah kami lakukan tapi memang karena akses pasar yang belum merestui, harus bagaimana lagi,” ujar Sakariyas.
Diketahui Kementerian Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35 tahun 2011 tentang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan. Di dalam Permen tersebut rotan mentah, rotan asalan, rotan Washed and Shulpurized (W/S) dan rotan setengah jadi dilarang untuk diekspor dengan alasan kesinambungan pasokan rotan bagi industri di dalam negeri. Namun nyatanya, peraturan tersebut juga membuat akses pasar di dalam negeri sangat terbatas. Belum lagi penggunaan rotan campuran plastik yang dirasa lebih murah dan terlihat mirip dengan rotan asli.
BACA JUGA: Tingkatkan Produktivitas Hutan Alam, KLHK Sosialisasikan SILIN
Untuk memperluas akses pasar terhadap rotan asal Katingan, Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perdagangan dan Perindustrian, Sabtul Anwar, mengatakan bahwa ada rencana untuk membuat gudang di Cirebon, Jawa Barat. Gudang ini juga diharapkan dapat memotong jalur distribusi produk rotan yang membutuhkan biaya tinggi.
“Saat ini Katingan memiliki empat gudang untuk menyimpan rotan, yakni tiga di Kecamatan Kasongan dan satu di Kecamatan Marikit. Ide untuk membangun gudang di Cirebon ini tujuannya untuk memotong rantai jalur distribusi rotan. Jika kita hanya mengharapkan pengiriman rotan selama 8 bulan sekali, daya serap di Katingan akan rendah. Maka itu dengan adanya gudang di Cirebon produk rotan basah atau setengah jadi itu akan terus masuk. Kita juga harus meyakinkan pengrajin di Cirebon untuk membeli di kita karena kita akan rutin menyetok rotan dari Katingan secara langsung,” kata Sabtul.
Penulis: Dewi Purningsih