Jakarta (Greeners) – Permukiman dan kawasan usaha komersil ilegal semakin menjamur di Bantaran Kali Surabaya. Tim Badan Riset Urusan Sungai (BRUIN) Nusantara melaporkan bangunan ilegal tersebut ke Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas di Wiyung, Surabaya.
Bangunan liar yang berada di Bantaran Kali Surabaya tersebut bukan hanya sekadar melanggar peraturan, melainkan bisa menghilangkan fungsi bantaran sebagai daerah resapan dan kontrol terhadap debit air. Bahkan, bisa menimbulkan penyempitan dan pendangkalan sungai, ancaman banjir, dan berpotensi menurunkan kualitas air.
Apabila BBWS Brantas dan pemerintah terus membiarkan pelanggaran alih fungsi bantaran kali Surabaya, dampak lainnya juga akan terus terjadi. Kedua pihak tersebut perlu menindak secara serius.
BACA JUGA: Survei BRUIN: Gurbernur Jatim Gagal Kelola Brantas
Koordinator Program BRUIN Muhammad Kholid Basyaiban menyerahkan satu buah bundel berkas yang berisi surat aduan dan beberapa dokumen pelanggaran alih fungsi bantaran kali Surabaya.
“Surat aduan yang kami kirimkan hari ini berdasarkan temuan tim BRUIN atas pelanggaran alih fungsi bantaran kali Surabaya. Sekitar 1.000 lebih bangunan berupa warung, toko, pergudangan, dan permukiman permanen maupun semi permanen berhasil kami inventarisasi dalam giat susur sungai,” ungkap Kholid lewat keterangan tertulisnya, Kamis (29/5).
Bangunan Liar Langgar Regulasi
Apabila dikorelasikan dengan regulasi yang ada, alih fungsi lahan ini telah melanggar regulasi Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau. Pemanfaatan bantaran sungai untuk permukiman dan bangunan usaha (gudang, warung, toko, dan lainnya) melanggar aturan dalam pasal 22 pada permen tersebut.
“Artinya, itu sudah menjadi kewajiban dan tugas BBWS Brantas serta pemerintah terkait untuk menertibkan dan membongkar bangunan tersebut,” ungkapnya.
Selain itu, pada aturan tersebut juga sudah tertera jelas bahwa Kali Surabaya merupakan sungai yang berada di tengah kawasan perkotaan. Sungai tersebut memiliki kriteria kedalaman 3-20 meter. Sehingga, ketentuan garis sempadannya adalah paling sedkit 15 meter dari tepi kanan kiri palung sungai.
“Namun, nyatanya bangunan yang kami temukan berada di atasnya yang jelas-jelas itu melanggar regulasi,” imbuh Kholid.
Lemahnya Kinerja BBWS Brantas
Kholid menegaskan pemanfaatan bantaran sungai yang tidak sesuai dengan fungsinya merupakan pelanggaran pidana. Pasal 7 di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air menyatakan bahwa sumber daya air termasuk (bantaran sungai) dikuasai negara. Dengan demikian, perseorangan, kelompok masyarakat, dan badan usaha tidak bisa memiliki hingga menguasai sumber daya air.
“Jika perseorangan, kelompok masyarakat, maupun badan usaha hanya ingin memanfaatkan bantaran sungai harus mempunyai izin pemanfaatan. Izin itu diberikan oleh Kementerian PUPR setelah mendapat rekomendasi teknis dari BBWS Brantas,” tambahnya.
BACA JUGA: Jaga Sungai Brantas, Jangan Biarkan Jadi Lautan Sampah
Melihat permasalahan ini, tim BRUIN menilai kinerja BBWS Brantas masih sangat lemah. Khususnya, bagi Bidang Operasi dan Pemeliharaan yang berfungsi mengendalikan dan mengawasi sumber daya Sungai Brantas.
“Kami menduga ada permainan oknum BBWS Brantas dengan mafia tanah bantaran dalam memberikan izin dan rekomendasi teknis. Terutama, kepada perseorangan atau pelaku usaha dalam pemanfaatan tanah bantaran di Kali Surabaya yang marak mereka gunakan untuk permukiman dan kawasan usaha komersil,” ungkap kholid.
Pentingnya Pengawasan dan Penegakan Hukum
Pengawasan dan penegakan hukum perlu pemerintah lakukan. Mereka harus melakukan penyidikan tindak pidana bidang sumber daya air dalam pelanggaran bantaran sungai di kawasan Kali Surabaya. Pengawasan itu juga penting BBWS Brantas lakukan secara rutin dan masif.
Tim BRUIN berharap pemerintah melakukan penyidikan menyeluruh dan detail atas pelanggaran yang telah terjadi. Mereka meminta pemerintah untuk segera memetakan kerusakan bantaran sungai maupun tanggul sungai terdampak dari aktivitas yang disebabkan dan bersumber dari bangunan liar.
“Pemerintah perlu ikut andil dalam mengupayakan kawasan lindung di sepanjang Bantaran Kali Surabaya. Harapannya agar tidak ada lagi tindakan alih fungsi bantaran sungai oleh oknum. Nantinya juga akan dikuatkan oleh payung hukum melalui SK Gubernur,” ujar Kholid.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia