Jakarta (Greeners) – Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menemukan 958 titik baru yang memiliki potensi peninggalan arkeologi di kawasan Gunung Penanggungan, Jawa Timur. Sebelumnya, sebanyak 200 titik situs sudah teridentifikasi.
Peneliti Pusat Riset Arkeologi, Lingkungan, Maritim dan Budaya Berkelanjutan (PR ALMBB), Alqis Lukman menyampaikan bahwa hasil penelitian mengenai riset arkeologi tersebut dengan menggunakan metode LiDAR atau Light Detection and Ranging.
LiDAR merupakan teknologi pengambilan data atau pemetaan yang dapat menembus penetrasi ke daerah permukaan tanah. Dalam hal ini, vegetasi-vegetasi di atasnya dapat dihilangkan. Sehingga, kontur permukaan tanah dan potensi-potensi peninggalan arkeologi yang berada di permukaan tanah tersebut dapat terlihat.
“Ini merupakan hasil penelitian awal, lalu membutuhkan berbagai verifikasi ke tahapan berikutnya dengan cara kerja sama dalam melakukan survei lapangan,” kata Alqis dalam webinar “Lanskap Arkeologi Penanggungan: Dari Penelitian ke Pelestarian Berkelanjutan”, Kamis (5/12).
Data LiDAR ini menggunakan sensor cahaya. Sehingga, dapat mengubah point cloud LiDAR menjadi peta 3D. Point cloud tersebut bisa mengambil data permukaan tanah dan data-data lain yang ada di permukaan tanah. Seperti vegetasi, permukiman, juga objek lain di atas permukaan tanah. Sehingga, data LiDAR bisa digunakan dalam arkeologi.
Para peneliti juga menggunakan LiDAR untuk melihat potensi di sisi utara lereng Gunung Welirang. Hal ini berdasarkan overlay pada peta, diperoleh daerah akuisisi yang akan diambil seluas sekitar 200 kilometer (Km) persegi. Setelah menganalisis lebih lanjut di lereng bagian barat Gunung Penanggungan, tim berhasil menemukan titik-titik baru dengan pola yang hampir sama.
“Akuisisi data LiDAR yang kita dapatkan dengan area sekitar 200 km persegi yakni di sisi utara adalah kawasan Gunung Penanggungan. Di sisi selatan yaitu lereng utara Gunung Arjuno-Welirang dengan ekstensi-ekstensi bagian utara, barat, dan timur yang merupakan wilayah dengan signifikansi dari situs budaya dan asosiasinya yang cukup penting untuk wilayah ini,” tambahnya.
Lindungi Cagar Budaya Gunung Penanggungan
Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) XI Kementerian Kebudayaan, Endah Budi Heriani, mengungkapkan di kawasan Gunung Penanggungan terdapat Jalur Kuno Pawitra Pradaksinapatha. Jalur tersebut merupakan jalan setapak yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Para peziarah menggunakan jalur ini untuk melakukan ritual keagamaan menuju puncak.
Ada berbagai upaya untuk melindungi Cagar Budaya Gunung Penanggungan. Di antaranya ekskavasi penyelamatan Candi Selokelir dan situs Candi Kesiman, pengamanan penghentian pembangunan di puncak gunung, penghentian pengerukan tanah, evakuasi pohon tumbang, serta pemindahan ikan di Petraan, Jolotundo. Selain itu, pemeliharaan candi dan pembersihan jalur oleh juru pelihara juga turut mereka laksanakan.
Direktur Integrated Outdoor Campus (IOC) Universitas Surabaya (Ubaya), Janiarto Parung menjelaskan tentang Museum Pawitra dan upaya pelestarian situs Gunung Penanggungan.
Museum Pawitra telah menyimpan ratusan artefak dari situs kuno di puncak Gunung Penanggungan. Mereka juga menampilkan foto-foto situs penting hasil dokumentasi dari Tim Ekspedisi Ubaya.
Janiarto berharap Museum Pawitra dapat menyampaikan informasi mengenai tinggalan arkeologis gunung tersebut, memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang nilai historis dan kultural kawasan ini, serta mengembangkan pengetahuan mengenai sejarah dan budaya Gunung Penanggungan.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia