Jakarta (Greeners) – Dalam rangka peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2023, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menawarkan teknologi hasil riset untuk mengurangi dan memanfaatkan sampah bagi kesejahteraan masyarakat.
Hal ini sesuai dengan tema HPSN tahun ini yakni “Tuntas Kelola Sampah untuk Kesejahteraan Masyarakat”.
Kepala Organisasi Riset Energi dan Manufaktur (OREM) BRIN, Haznan Abimanyu menyatakan, beberapa produk riset BRIN terkait pengelolaan sampah untuk pengurangan dan pemanfaatan sampah baik sampah medis maupun sampah non medis.
“Untuk sampah medis, BRIN telah melakukan riset Alat Penghancur Jarum Suntik (APJS) generasi II yang kompak, murah, dan mudah kita pakai dan rawat, serta membutuhkan konsumsi listrik sangat rendah,” terangnya.
Riset pengelolaan sampah lain yaitu BRIN mengembangkan incenerator sampah infeksius Covid-19 skala kecil untuk pabrik dan perkantoran, teknologi bersih pengolahan sampah dengan incinerator-plasma. Kemudian juga instalasi pengolahan air limbah dengan plasma nanobubble, metode daur ulang plastik medis dengan rekristalisasi, dan daur ulang limbah masker.
Terkait sampah non medis, BRIN sedang mengembangkan alat pengolahan sampah plastik menjadi BBM pada skala komersial/industri (1-10 ton sampah plastik/hari). Adapun alat ini berbahan bakar sampah mudah terbakar non-plastik.
“Jadi alat ini dapat mengurangi 2 jenis sampah sekaligus. Dengan menerapkan teknologi ini, 20 % berat sampah atau 48 % volume sampah dapat terkurangi, dan akan menghasilkan pendapatan asli daerah (PAD) bagi daerah yang menerapkannya,” ungkap Haznan.
Kembangkan Teknologi Organic Rackine Cycle
Saat ini, BRIN tengah bekerja sama dengan mitra untuk mengembangkan teknologi Organic Rackine Cycle. Teknologi ini memanfaatkan panas buang incinerator berbasis Hydrodrive untuk tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) berskala 30 ton/hari untuk menghasilkan listrik.
Partisipasi Aktif Pemilahan Sampah
Tak hanya pemanfaatan teknologi, BRIN juga memperkuat strategi managemen sampah yang optimal di masyarakat. Ia mengungkap bahwa kuncinya adalah pemilahan sampah dari sumbernya.
“Dari eksperimen kami dengan mengimbau 70% masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam memilah sampah. Hasil eksperimen kami lainnya adalah bahwa seorang pekerja per hari dapat memungut dan memilah sampah untuk 250 kepala keluarga,” kata dia.
BRIN juga sudah mendaftarkan paten, alat pengolah sampah organik (Lahsamor). Alat ini dapat mengolah sampah organik di level rumah tangga, tidak bau, dan tidak memerlukan tambahan aditif saat mengolahnya. Cukup dengan 5 kg kompos lama sebagai starter, dan cukup tiap hari diputar manual sebanyak 5 kali.
“Jika dibuat secara massal, alat ini bisa kita produksi dengan biaya Rp 500.000, per buah. Apabila kita bagikan ke setiap rumah di Indonesia, maka sampah yang diurus oleh pemda tinggal sampah yang kering. Sampah yang bernilai kalor tinggi mudah kita olah,” rincinya.
Evaluasi PLTSa di TPA Bantargebang
Sementara itu, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Merah Putih di Bantargebang sejak tahun 2018 dan selesai tahun 2019. PLTSa ini merupakan PLTSa pertama di Indonesia yang beroperasi secara kontinyu.
“Performance hingga saat ini masih bagus ditandai dengan parameter-parameter desain masih terpenuhi,” imbuhnya.
PLTSa ini mampu membuktikan bahwa emisi dari proses pembakaran sampahnya masih di bawah baku mutu dari ketentuan KLHK.
Penulis: Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin