Jakarta (Greeners) – Badan Restorasi Gambut (BRG) mengaku tengah membangun bisnis model dalam menyiapkan paket ekonomi baru berisi paket-paket investasi yang khusus dikembangkan untuk mendukung percepatan restorasi lahan gambut yang sedang berjalan di Indonesia.
Kepala BRG Nazir Foead saat ditemui di sela pelaksanaan Simposium Lahan Gambut Internasional 2016 mengatakan bahwa pembuatan bisnis model ini sedang dibangun dengan bantuan Bank dunia, ahli ekonomi, universitas dan beberapa pihak yang cukup kompeten lainnya.
“Kita sekarang lagi bikin bisnis modelnya. Kita minta tolong sama teman- teman dari bank dunia, dari ahli ekonom, universitas untuk membangun bisnis model. Setelah bisnis modelnya ada, investor baru mulai melihat program ini sesuai dengan hasil Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York beberapa bulan lalu,” katanya kepada Greeners, Jakarta, Jumat (16/12).
BACA JUGA: BRG Tetapkan Strategi Menuju Implementasi Restorasi Gambut
Secara politis, lanjut Nazir, para investor sudah percaya dengan melihat keseriusan pemerintah Indonesia dalam merestorasi lahan gambut. Dengan adanya badan khusus, keseriusan pemimpin negara dan kerja restorasi yang terus membaik, investor pun dikatakannya telah siap menginvestasikan dananya.
Hanya saja, secara ekonomi investor masih harus yakin apakah investasi yang mereka gelontorkan tersebut akan balik modal dalam jangka waktu yang telah direncanakan. Untuk menjawab kekhawatiran tersebut, Nazir mengatakan dibutuhkan adanya bisnis model dalam paket kebijakan investasi.
Paket ekonomi ini bisa masuk ke dalam bentuk investasi hijau untuk menjaga hutan dan lahan gambut yang ada dengan teknik budidaya yang cocok dengan prinsip-prinsip perlindungan konservasi. Nazir menyatakan bahwa empat juta hektare area gambut budidaya dalam kondisi rusak dan harus diubah perlakuannya serta harus di supervisi untuk memperbaiki ketahanan hidrologinya.
BACA JUGA: PP 57/2016 Lindungi Upaya Restorasi Gambut
BRG sendiri telah menjalin komunikasi dengan sejumlah investor dari luar negeri. Menurut Nazir, ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh investor jika mereka bersedia berinvestasi. Pertama, jika program restorasi yang dijalankan berhasil, maka keuntungan yang diperoleh dari hasil tanaman dapat dibagi sesuai presentase yang telah disepakati. Adapun tanaman yang nantinya akan ditanam seperti sagu untuk bahan baku produksi atau sorgum untuk makanan ternak.
“Lalu keuntungan kedua itu investor juga bisa mendapat keuntungan dari nilai tukar karbonnya,” katanya.
Deputi Bidang Perencanaan dan Kerjasama BRG Budi Wardhana menambahkan, untuk bisnis model, saat ini ada beberapa opsional tipe restorasi yang bisa dilakukan. Pertama restorasi kawasan lindung dan kedua restorasi di kawasan konsesi. Selain itu, ada juga rencana restorasi untuk komoditias alternatif.
“Nantinya akan dicari tahu bentuk investasinya seperti apa, termasuk juga dengan investasi perbaikin pada infrastruktur dan pasar,” tambahnya.
Untuk kesiapan masyarakat, pemetaan yang telah dilakukan masih berbasis desa. Terdapat 1.280 desa di tujuh provinsi prioritas yang masuk dalam 2,4 juta hektar target restorasi dengan menggunakan berbagai model pendekatan seperti peningkatan indeks desa membangun, peningkatan taraf hidup, tata ruang desa, termasuk pendekatan pembangunan badan usaha milik desa atau antar desa.
“Insentif dan disinsentif juga harus kita perkuat di tiap upaya investasi yang masuk. Meskipun diserahkan ke konsesi, harus beri insentif juga ke masyarakat. Percuma kalau hanya makmur di konsesi tetapi konfliknya tidak diselesaikan. Jadi partisipasi itu muncul kalau masyarakat punya insentif untuk partisipasi,” pungkasnya.
Penulis: Danny Kosasih