Jakarta (Greeners) – Pelaksanaan restorasi gambut harus dilakukan dengan prinsip mengakui, melindungi dan menghormati hak masyarakat yang ada di sekitar yang akan terdampak pada proyek restorasi tersebut. Untuk itu, Badan Restorasi Gambut (BRG) menegaskan bahwa pelaksanaan kerangka pengamanan sosial (social safeguard) penting untuk dilakukan.
Kepala BRG Nazir Foead dalam sambutannya saat membuka konsultasi publik terhadap rancangan pedoman kerangka pengamanan sosial menyatakan, BRG tidak ingin menjalankan restorasi gambut dengan mengorbankan masyarakat yang ada di sekitarnya. Meskipun Presiden menginstruksikan agar restorasi berjalan dengan cepat, namun prinsip kehati-hatian dan penghormatan pada hak masyarakat tetap penting untuk diperhatikan.
BACA JUGA: KLHK Dorong Percepatan Pembentukan Tim Restorasi Gambut di Daerah
BRG sendiri telah menyiapkan rancangan awal pedoman pelaksanaan kerangka pengamanan sosial untuk restorasi gambut. Menurut Nazir, pedoman ini nantinya harus menjadi acuan bagi semua pihak yang akan melakukan kegiatan restorasi.
Nazir menyatakan BRG melakukan restorasi dengan basis data yang dapat dipertanggungjawabkan, termasuk dalam hal ini adalah data keberadaan desa-desa di areal gambut serta keberadaan konsesi dan berbagai bentuk pemanfaatan gambut yang mereka lakukan.
“Kami mengimbau kepada semua pihak, khususnya perusahaan untuk dapat bekerjasama mendukung upaya restorasi gambut yang menghormati masyarakat, bukan malah mengorbankan mereka,” katanya, Jakarta, Selasa (07/06).
BACA JUGA: BRG Jalin Kerjasama dengan 11 Universitas Atasi Kebakaran Lahan Gambut
Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG, Myrna A Safitri, menjelaskan bahwa rancangan pedoman ini telah disiapkan sejak bulan April lalu. Pemerintah daerah, korporasi dan lembaga swadaya masyarakat harus memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat, dan memperoleh persetujuan untuk kegiatannya. Jangan sampai, lanjutnya, ada korporasi yang membangun sekat kanal hanya untuk kepentingannya sendiri tetapi berpotensi membanjiri lahan pertanian warga.
“Peserta konsultasi publik harus berpijak pada partisipasi masyarakat, tidak menghilangkan hak, tidak mengurangi akses, atau tidak merugikan masyarakat yang ada di sekitar proyek restorasi,” tutupnya.
Penulis: Danny Kosasih