Jakarta (Greeners) – Dalam rangka mendukung Nawa Cita dan menjalankan Peta Jalan Pembangunan Jamu tahun 2011-2025, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) secara berkesinambungan melakukan pembinaan teknis dan fasilitas Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) jamu melalui program Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Dengan program ini diharapkan UMKM bisa memproduksi jamu yang memenuhi persyaratan dan standar keamanan, manfaat dan mutu serta memiliki daya saing.
Berdasarkan data pengawasan BPOM RI, sebagian besar UMKM jamu di Indonesia yang berjumlah 83% dari total sarana produksi obat tradisional belum mampu memenuhi persyaratan CPOTB karena belum dapat menerapkan higienis, sanitasi, dan dokumentasi dalam proses produksinya.
“Untuk itu dalam rangka pengembangan UMKM jamu, tahun 2018 ini BPOM menginisiasi Program Terpadu Lintas Kementerian/Lembaga Pengembangan UMKM Berdaya Saing. Program ini berupa kegiatan pendampingan UMKM jamu yang dilaksanakan di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai pilot project pertama,” ujar Kepala BPOM RI, Penny K. Lukito di Gedung Smesco, Jakarta, Rabu (12/12/2018).
BACA JUGA: Senyawa Episitoskirin A dari Jamur Endofit Dikembangkan untuk Antibiotik
Penny menjelaskan bahwa pelaksanaan pendampingan terhadap UMKM jamu dilakukan melalui koordinasi dan advokasi dengan lintas sektor terkait, pelatihan kader fasilitator pendamping, serta pembinaan dan pelatihan teknis bagi UMKM jamu dalam CPOTB. Seluruh kegiatan ini dilaksanakan sepanjang tahun 2018.
“Dengan CPOTB bisa membuat jamu bisa lebih baik ke depannya karena diketahui saat ini perkembangan jamu sudah besar dan sangat maju dengan inovasi-inovasi yang dimunculkan sehingga jamu menjadi dikenal, kemudian diminum dan mudah ditemui di mana-mana,” ujar Penny.
Menurut Penny, generasi muda juga harus diperkenalkan dengan jamu. Alasannya, selain menjadi media untuk memperkenalkan warisan budaya, jamu juga bermanfaat bagi pertumbuhan anak muda. Namun, hal ini harus dibarengi dengan mutu dan kualitas jamu.
“Pendekatan yang baik untuk milenial ini yang perlu diperhatikan adalah mereka meyakini bahwa jamu ini aman diminum, kemasannya dipercantik dengan arti mudah di bawa ke mana-mana. Serta yang tidak kalah penting adalah edukasi untuk memberikan pemahaman tentang jamu ini,” kata Penny.
BACA JUGA: BPOM Bentuk Konsorsium Nasional untuk Mengembangkan Fitofarmaka Indonesia
Sebagai informasi, menutup tahun 2018, BPOM RI mencanangkan Gerakan UMKM Jamu Berdaya Saing dan Herbal Indonesia Expo 2018 sebagai puncak rangkaian kegiatan pendampingan UMKM Jamu pada tanggal 11-12 Desember 2018 di Jakarta. Dalam acara ini, Kepala BPOM RI menyerahkan 34 Sertifikat CPOTB kepada 34 UMKM jamu yang mengikuti program pendampingan, 25 Nomor Izin Edar (NIE) obat tradisional yang diproduksi oleh 8 UMKM jamu yang mengikuti pendampingan, serta 24 sertifikat CPOTB dari 6 Industri Obat Tradisional (IOT).
“Kami berharap, rangkaian acara selama dua hari ini akan menghasilkan hal yang positif, seperti membangun demand dan meningkatkan supply jamu yang aman, berkhasiat dan bermutu, membangun ketersediaan bahan baku (kualitas dan kuantitas)’ menginformasikan khasiat herbal-herbal Indonesia, dan membangun riset pengembangan herbal Indonesia,” tutup Penny.
Penulis: Dewi Purningsih