Jakarta (Greeners) – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaksanakan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Hal itu untuk mengantisipasi potensi bencana hidrometeorologi basah di awal tahun 2024.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), sebelumnya telah memberikan informasi prakiraan cuaca untuk awal tahun 2024. BMKG memprediksi, awal tahun ini berpotensi mengalami curah hujan sedang hingga tinggi di wilayah Pulau Jawa dan beberapa wilayah lainnya di Indonesia.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengirimkan surat rekomedasi kepada Kepala BNPB, Suharyanto untuk segera melakukan antisipasi dan mitigasi bencana, termasuk kepada seluruh daerah di Pulau Jawa.
Direktur Dukungan Sumber Daya Darurat (DSDD), Kedeputian Bidang Penanganan Darurat BNPB, Agus Riyanto mengatakan upaya TMC merupakan bentuk ikhtiar bangsa. Khususnya, dalam meminimalisasi dampak risiko bencana hidrometeorologi dengan menggunakan teknologi yang ada.
BACA JUGA: Bencana Hidrometeorologi Masih Mengintai Indonesia
“Bukan berarti kami yang menurunkan hujan. Namun, ini adalah upaya untuk mengurangi intensitas hujan yang diprediksi akan turun di satu tempat dengan menurunkannya di tempat lain,” jelas Agus melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (6/1).
Operasi TMC menurut Agus merupakan salah satu alternatif yang sudah beberapa kali dilakukan BNPB, BMKG, BRIN, TNI AU dan lintas stakeholder lainnya. Tujuannya untuk mitigasi bencana hidrometeorologi kering maupun basah.
TMC Dilaksanakan Sebanyak 4 Kali
Sejauh ini, operasi TMC berhasil BNPB laksanakan sebanyak 4 kali. Operasi TMC pertama terlaksana pada Rabu (3/1) sebanyak satu kali sorti selama 2 jam 18 menit. Dalam operasi ini, tim menaburkan Natrium Clorida (NaCl) atau garam dapur di atas langit wilayah Kabupaten Bandung bagian barat dan Kabupaten Sukabumi bagian utara.
Kemudian, pada Kamis (4/1), operasi TMC terlaksana sebanyak dua kali sorti. Adapun sorti yang pertama menyisir wilayah Selat Sunda, Laut Jawa hingga di atas langit Kepulauan Seribu.
Sorti yang kedua menyasar wilayah Selat Sunda, Banten bagian barat daya hingga utara dan wilayah selatan Kabupaten Pandeglang. Kedua sorti dalam operasi TMC hari kedua ini sama-sama mereka lakukan di atas ketinggian 11.000 kaki dengan menaburkan bahan semai NaCl masing-masing sebanyak 1 ton.
Berikutnya, pada hari Jumat (5/1), operasi TMC terlaksana sebanyak dua kali sorti. Seluruhnya menyasar ke wilayah Laut Jawa, dengan total bahan semai NaCl masing-masing 1 ton setiap sortinya. Kemudian, bahan semai NaCI tersebut mereka jatuhkan dari ketinggian antara 10.000-11.000 kaki.
Pada Sabtu (6/1), operasi TMC terlaksana tiga kali sorti dengan menyemaikan NaCl masing-masing 1 ton. Pada sorti pertama di wilayah Selat Sunda, pada ketinggian antara 9.000 hingga 11.000 kaki.
Sementara, sorti yang kedua di wilayah timur Teluk Jakarta dan Laut Jawa di bagian timur laut di atas ketinggian 11.000 kaki. Sorti ketiga di wilayah perairan selatan Pulau Jawa bagian barat dengan ketinggian 10.000 sampai 11.000 kaki.
Pelaksanaan TMC untuk Redistribusi Curah Hujan
Pada kasus kekeringan, pelaksanaan TMC untuk menurunkan hujan ke wilayah terdampak maupun titik-titik kebakaran hutan dan lahan. Sementara, untuk kondisi seperti saat ini, TMC untuk redistribusi curah hujan. Sehingga, hujan diharapkan dapat turun di wilayah lain dan tidak terfokus di satu daerah.
“Jika kemarin kita kekeringan dan karhuta, dengan TMC kami dapat turun hujan di wilayah terdampak karhutla. Sedangkan kalau saat ini, TMC dapat menurunkan hujan pada posisi sebelum target,” jelas Agus.
BACA JUGA: BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Awal Tahun di Berbagai Wilayah
Agus menambahkan, jika targetnya di Jakarta dan arah angin dari barat daya ke tenggara, maka ada penyemaian NaCl di wilayah Laut Jawa. Dengan demikian, hujan tidak turun di Jakarta sesuai rekomendasi BMKG dan BRIN.
“Meski TMC ini kami lakukan, bukan berarti kita tidak perlu lagi melakukan mitigasi dan antisipasi. Sebab, faktor pemicu terjadinya bencana tidak hanya cuaca saja, namun dari berbagai hal mulai dari bagaimana kondisi hulu hingga tata kelola di bagian hilirnya,” tambah Agus.
Masyarakat Perlu Antisipasi Bencana
Menurut Agus, masyarakat bersama pemerintah daerah tetap wajib melakukan upaya-upaya mitigasi. Mereka perlu meningkatkan kesiapsiagaan dan antisipasi lain. Hal itu untuk meminimalisasi dampak risiko bencana.
“Bagaimana kebiasaan masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan, menjaga lingkungan di sektor hulu. Kemudian, bagaimana tata kelola lingkungan di wilayah hilir ini menjadi satu rangkaian yang tidak boleh terputus demi mengurangi risiko bencana,” tambahnya.
Terkait pelaksanaan TMC di wilayah luar Jawa, Agus mengatakan nantinya akan ada evaluasi bersama antarlintas kementerian atau lembaga dan stakeholder lain yang terlibat. Sementara ini, TMC masih terlaksana di wilayah Pulau Jawa bagian barat. Sebab, hal itu merujuk dari rekomendasi BMKG bersama BRIN untuk pembagian wilayah pelaksanaannya.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia