BMKG: Waspada Cuaca Ekstrem di Jawa Tengah Hingga Februari

Reading time: 3 menit
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati meminta masyarakat mewaspadai cuaca ekstrem di Jawa Tengah. Foto: BMKG
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati meminta masyarakat mewaspadai cuaca ekstrem di Jawa Tengah. Foto: BMKG

Jakarta (Greeners) – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati meminta masyarakat mewaspadai cuaca ekstrem di Jawa Tengah. Sebab, puncak musim hujan diperkirakan berlangsung hingga Februari 2025.

“Sebagian besar wilayah Jawa Tengah akan mengalami puncak musim hujan hingga Februari. Namun, puncak musim hujan ini tidak serempak, terjadi bertahap mulai November, Desember, Januari, hingga Februari. Hal ini membuat potensi bencana, seperti yang terjadi di Pekalongan, masih bisa terjadi. Oleh karena itu, langkah antisipasi terus kami tingkatkan,” ujar Dwikorita di Semarang, Rabu (29/1).

Dwikorita menjelaskan bahwa intensitas curah hujan di Jawa Tengah dipengaruhi oleh kombinasi aktif beberapa fenomena atmosfer global, seperti La Nina lemah, Monsun Asia, Madden-Julian Oscillation (MJO), serta gelombang ekuatorial Kelvin dan Rossby.

BACA JUGA: Operasi Modifikasi Cuaca Kurangi Intensitas Hujan hingga 67%

Kondisi ini diperkuat oleh fenomena astronomis, seperti fase bulan baru yang menciptakan potensi peningkatan curah hujan, angin kencang, hingga gelombang tinggi di wilayah pesisir. Selain itu, kelembapan udara yang sangat basah serta aktivitas konvektif lokal turut memicu pembentukan awan hujan yang menjulang tinggi.

Semua faktor ini menjadi pemicu utama peningkatan risiko bencana seperti banjir, tanah longsor, banjir rob, dan angin kencang di sejumlah wilayah Jawa Tengah.

Ilustrasi cuaca ekstrem di Jawa Tengah. Foto: Freepik

Ilustrasi cuaca ekstrem di Jawa Tengah. Foto: Freepik

Hujan hingga Februari

Menurut data BMKG, seluruh wilayah Jawa Tengah telah memasuki musim hujan sejak Desember 2024, dengan puncak musim hujan terjadi pada Januari hingga Februari 2025. Dwikorita menekankan bahwa curah hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat akan terjadi di berbagai wilayah, terutama di kawasan rawan bencana seperti Pekalongan, Batang, dan Boyolali.

Di wilayah ini, ancaman tanah longsor dan banjir bandang menjadi perhatian utama. Kabupaten Boyolali, misalnya, berada dalam kondisi kritis karena keberadaan jalur sungai di lereng Gunung Merbabu yang sangat rentan terhadap bencana hidrometeorologi.

Sebelumnya, Dwikorita bersama tim BMKG telah mengunjungi wilayah ini untuk meninjau langsung kondisi di lapangan dan memberikan arahan mengenai langkah mitigasi bencana.

Selain ancaman hujan ekstrem, BMKG juga mengidentifikasi potensi banjir rob yang dapat melanda kawasan pesisir utara dan selatan Jawa Tengah. Dalam rapat koordinasi tersebut, Dwikorita menekankan bahwa upaya mitigasi bencana harus menyeluruh dan melibatkan semua pihak. Mulai dari pemerintah daerah, TNI, Polri, hingga masyarakat.

Penjabat Gubernur Nana Sudjana menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah mengambil langkah-langkah antisipasi. Hal ini termasuk memetakan jalur evakuasi dan memastikan kesiapan drainase di kawasan rawan longsor. Pemerintah setempat juga meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat hingga tingkat desa.

Kembali Terapkan TMC

Sementara itu, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto mengatakan bahwa teknologi modifikasi cuaca (TMC) kemungkinan akan kembali BMKG terapkan. Tujuannya untuk mengurangi dampak curah hujan ekstrem di wilayah-wilayah tertentu. Sebelumnya, BMKG berhasil melaksanakan TMC di beberapa daerah untuk mengendalikan intensitas hujan dan meminimalkan risiko banjir.

Selain itu, BMKG telah menyampaikan informasi detail mengenai wilayah yang berpotensi terdampak bencana. Ini termasuk daftar kabupaten, kecamatan, dan desa yang berisiko. Informasi ini dapat diakses oleh masyarakat dan pemerintah daerah untuk mempermudah langkah antisipasi.

BACA JUGA: Jelang Lebaran, BMKG Imbau Pemudik Waspada Cuaca Ekstrem

Dwikorita juga mengingatkan masyarakat agar lebih waspada terhadap tanda-tanda awal bencana. Seperti retakan tanah, rembesan air dari lereng, atau pohon yang tiba-tiba miring. Jika tanda-tanda ini terdeteksi, masyarakat sebaiknya segera meninggalkan lokasi rawan dan melapor kepada pihak berwenang.

Di sisi lain, ia juga mengimbau masyarakat yang berada di pesisir untuk menghindari aktivitas di dekat pantai saat terjadi pasang tinggi atau gelombang besar. Dwikorita yakin kolaborasi dan koordinasi antara BMKG, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat meminimalkan dampak bencana yang mungkin terjadi.

“Kita semua harus bekerja sama untuk memastikan keselamatan masyarakat. Informasi yang kami sampaikan bukan hanya untuk meningkatkan kewaspadaan, melainkan juga untuk membantu masyarakat mengambil langkah konkret dalam mengantisipasi bencana,” ungkap Dwikorita.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top