Jakarta (Greeners) – Sejak bulan lalu, sejumlah negara di Asia dilanda gelombang panas atau heatwave. Indonesia juga akhir-akhir ini mengalami cuaca terik. Namun, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memastikan Indonesia tidak mengalami gelombang panas.
Menurut BMKG, heatwave umumnya terjadi pada wilayah yang terletak pada lintang menengah dan tinggi, tepatnya di belahan bumi bagian utara maupun di belahan bumi bagian selatan. Lalu, wilayah geografisnya memiliki atau berdekatan dengan massa daratan dengan luasan yang besar atau wilayah kontinental atau sub-kontinental.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto mengatakan, secara karakteristik fenomena dan data indikator statistik suhu, kemungkinan terjadinya heatwave di Indonesia sangat kecil. Apalagi, Indonesia merupakan negara yang kondisi geografisnya merupakan negara kepulauan.
Menurut Guswanto, kondisi panas saat ini terjadi karena adanya sebuah panas terik suhu harian, bukan gelombang panas seperti di negara-negara Asia lainnya.
BACA JUGA: Tips Menghadapi Cuaca Panas Ekstrem di Indonesia
“Sebab, yang terjadi di Indonesia lebih cenderung disebabkan oleh faktor gerak semu matahari. Setelah dari ekuator, bergerak ke belahan bumi bagian utara dan ini rutin berlangsung setiap tahun,” ungkap Guswanto kepada Greeners, Kamis (2/5).
Selain itu, gelombang panas atau heatwave merupakan suatu periode cuaca dengan suhu tinggi yang tidak normal selama lima hari atau lebih secara berturut-turut. Selama gelombang panas, suhu akan naik melebihi suhu maksimum harian. Misalnya, suhu di suatu lokasi akan lebih panas lima derajat dari suhu maksimum.
Berdasarkan tinjauan BMKG, Indonesia belum memenuhi indikator tersebut sehingga dapat BMKG pastikan Indonesia tidak masuk dalam kategori gelombang panas.
Heat Wave Melanda Asia
Kini, fenomena gelombang panas ekstrem tengah melanda negara-negara Asia. Suhu di Thailand mencapai lebih dari 52 derajat Celsius, Filipina 38,8 derajat Celsius, Myanmar 46 derajat Celsius, dan India 42 derajat Celsius.
Penyebab gelombang panas adalah terbentuknya pusat pusaran tinggi di atmosfer. Menurut Guswanto, diameternya yang lebih dari lima kilo membuat udara panas bisa bertahan di satu tempat dalam jangka waktu cukup lama.
Sementara di Indonesia, suhu udara maksimum 35,6 derajat Celsius berada di Jayapura, Papua. Laporan itu tercatat pada tanggal 26 April 2024. Namun, kemungkinan besar saat ini suhu sudah menurun.
Guswanto menambahkan, peningkatan suhu tersebut terjadi karena posisi semu matahari pada bulan April berada dekat sekitar khatulistiwa. Hal itu menyebabkan suhu udara di sebagian wilayah Indonesia menjadi relatif cukup terik saat siang hari.
Masyarakat Antisipasi Panas
Meskipun tidak mengalami gelombang panas, Indonesia mengalami suhu panas terik harian. Pada kondisi ini, tingkat perawanan akan cukup rendah pada siang hari.
Maka dari itu, BMKG mengimbau masyarakat untuk mengantisipasi panas ini dengan meningkatkan daya tahan tubuh dengan memenuhi kebutuhan cairan. Kemudian, bagi masyarakat yang beraktivitas di luar ruangan sebaiknya menggunakan sunblock dan hindari penggunaan pakaian berwarna terang.
BACA JUGA: Cuaca Panas Ekstrem, Pertanda Dampak Perubahan Iklim
“Masyarakat bisa memantau informasi cuaca dan suhu di media sosial atau website BMKG supaya terhindar dari hoaks,” tegas Guswanto.
BMKG memperkirakan Indonesia akan memasuki puncak musim kemarau pada bulan Juli dan Agustus. Selama periode ini, suhu kemungkinan akan meningkat.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia