BMKG: Potensi Gempa Megathrust di Selat Sunda Bukan Peringatan Dini

Reading time: 2 menit
Ilustrasi gempa megathrust. Foto: Freepik
Ilustrasi gempa megathrust. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono, mengatakan munculnya kembali pembahasan mengenai potensi gempa di zona megathrust bukanlah bentuk prediksi atau peringatan dini yang mengindikasikan gempa besar akan segera terjadi.

“Sehingga, jangan dimaknai secara keliru, seolah akan terjadi dalam waktu dekat. Tidak demikian,” ungkap Daryono melalui keterangan resminya, Kamis (15/8).

BMKG mengingatkan kembali mengenai keberadaan Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebagai potensi gempa. Sebab, para ahli menduga wilayah ini merupakan zona kekosongan gempa besar (seismic gap) yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Seismic gap ini memang perlu masyarakat waspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan sewaktu-waktu.

Daryono mengklarifikasi rilis sebelumnya mengenai gempa di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut yang dikatakan ‘tinggal menunggu waktu’. Hal ini BMKG sampaikan karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum mengalami gempa besar. Namun, ini tidak berarti bahwa gempa besar akan terjadi dalam waktu dekat.

BACA JUGA: Siaga Potensi Gempa Bumi dari 295 Sesar Aktif di Indonesia

“Dikatakan ‘tinggal menunggu waktu’ karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah rilis gempa besar semua. Sementara, Selat Sunda dan Mentawai-Siberut belum mengalami gempa besar hingga saat ini,” ujar Daryono.

Saat ini, belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat memprediksi dengan tepat kapan, di mana, dan seberapa kuat gempa akan terjadi. Oleh karena itu, tidak ada kepastian kapan gempa akan terjadi meskipun potensinya diketahui.

“Untuk itu, kami mengimau masyarakat untuk tetap tenang dan beraktivitas normal seperti biasa, seperti melaut, berdagang, dan berwisata di pantai. BMKG selalu siap memberikan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami dengan cepat dan akurat,” ungkapnya.

Potensi Gempa Megathrust Tidak Berkaitan dengan Gempa Jepang

Sementara itu, munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut tidak berkaitan langsung dengan peristiwa gempa kuat M7,1 yang berpusat di Tunjaman Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki, Jepang.

“Menariknya, gempa yang memicu tsunami kecil pada 8 Agustus 2024 beberapa hari lalu mampu menciptakan kekhawatiran bagi para ilmuwan, pejabat negara, dan publik di Jepang akan potensi gempa dahsyat di Megathrust Nankai. Peristiwa semacam ini merupakan momen yang tepat untuk mengingatkan kita di Indonesia akan potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut,” tambah Daryono.

BACA JUGA: 9 Gempa Merusak Selat Sunda, Siaga Potensi Gempa di Zona Megathrust

Sejarah mencatat, gempa besar terakhir di Tunjaman Nankai terjadi pada 1946 (usia seismic gap 78 tahun). Sementara itu, gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757 (usia seismic gap 267 tahun). Kemudian, gempa besar terakhir di Mentawai-Siberut terjadi pada 1797 (usia seismic gap 227 tahun).

“Artinya, kedua seismic gap kita periodisitasnya jauh lebih lama jika dibandingkan dengan seismic gap Nankai. Sehingga, mestinya kita jauh lebih serius dalam menyiapkan upaya-upaya mitigasinya,” ujarnya.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top