Jakarta (Greeners) – Pada akhir tahun ini, bencana hidrometeorologi melanda banyak wilayah Indonesia. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengungkapkan bahwa musim hujan tahun ini berbeda dengan sebelumnya. Sebab, Indonesia tengah mengalami fenomena La Nina lemah.
La Nina adalah fenomena iklim global akibat anomali suhu permukaan laut di Samudra Pasifik yang menjadi lebih dingin daripada biasanya.
“Tahun lalu El Nino dan bersifat kering, sementara tahun ini adalah La Nina lemah. Hal inilah yang menjadi booster pertumbuhan awan hujan sehingga intensitas dan volume hujan meningkat,” ungkap Dwikorita dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Siaga Darurat Bencana Hidrometeorologi Tahun 2024 di Surabaya, Sabtu (21/12).
Bagi Indonesia, fenomena ini menyebabkan peningkatan curah hujan di hampir sebagian besar wilayah yang berkisar 20–40 persen.
BACA JUGA: La Nina Sebabkan Musim Kemarau 2022 Mundur
Karena terletak di antara dua benua dan dua samudra, lanjut Dwikorita, saat ini di Indonesia juga terjadi bibit siklon yang mengakibatkan angin kencang, gelombang tinggi, dan cuaca ekstrem.
Selain itu, terdapat dinamika atmosfer seperti Madden-Julian Oscillation (MJO) dan potensi Cold Surge (seruak udara dingin) yang bergerak dari daratan Asia (Siberia) menuju wilayah barat Indonesia. BMKG memproyeksikan hal itu akan aktif selama periode Natal dan Tahun Baru (Nataru).
“Saat ini, Indonesia tengah berada di puncak musim penghujan. Kondisi ini ditambah La Nina serta kombinasi aktif Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Rossby, gelombang Kelvin, serta konvektif lokal di wilayah barat, selatan, dan tengah Indonesia. Ini memperkuat dinamika atmosfer yang mendukung terjadinya hujan lebat di berbagai daerah,” tambahnya.
Keluarkan Peringatan Dini
Sejak bulan November, BMKG terus mengeluarkan peringatan dini terkait potensi bencana hidrometeorologi. Mereka terus mengimbau masyarakat di wilayah rawan bencana.
BMKG juga terus berkoordinasi dengan instansi terkait dan juga pemerintah daerah. Hal itu untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiap-siagaan akan potensi bencana hidrometeorologi. Sebab, bencana tersebut bisa datang sewaktu-waktu.
Terkait kondisi di Jawa Timur, Dwikorita menerangkan bahwa seluruh wilayah di Jawa Timur telah memasuki musim hujan. Perkiraan puncak musim hujan terjadi di bulan Februari 2025.
Prakiraan curah hujan sepanjang Desember 2024 – Januari 2025, wilayah Jawa Timur umumnya berada pada kategori menengah hingga sangat tinggi (201- >500mm). Sementara, sifat hujan normal hingga atas normal. Selain menghadapi potensi banjir, sejumlah wilayah juga berpotensi mengalami tanah bencana longsor, gelombang tinggi, serta banjir rob.
Di samping itu, Pj Gubernur Jawa Timur Adhy Karyono menyampaikan bahwa rakor ini merupakan bentuk upaya meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana hidrometeorologi. Terutama, pada musim penghujan dan momen libur Natal serta Tahun Baru (Nataru) 2025.
BACA JUGA: BMKG : Waspada Cuaca Ekstrem saat Pancaroba
“Pemprov Jatim telah menyiapkan langkah antisipasi bencana hidrometeorologi, antara lain rakor bencana hidrometeorologi, surat imbauan Gubernur ke kabupaten dan kota se-Jatim menetapkan status siaga darurat bencana meteorologi dengan SK Gubernur,” katanya.
Pemprov juga membuat keposkoan siaga bencana hidrometeorologi, apel siaga, dan gelar peralatan serta pengecekan Early Warning System (EWS). Kemudian, dukungan logistik dan peralatan yang mereka serahkan kabupaten dan kota.
Mitigasi bencana di Jatim terbagi menjadi delapan klaster. Di antaranya Metropolitan, Madura, Ijen, Probomajang, Malang Raya, Wilis Selatan, Wilis Utara, dan Labanegoro.
Kemudian, terdapat juga pengelempokan Daerah Aliran Sungai (DAS). Di antaranya wilayah Sungai Bengawan Solo, WS Brantas, WS Madura-Bawean, dan WS Welirang Rejoso yang mengakibatkan banjir di beberapa wilayah.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia