Jakarta (Greeners) – Tanggal 31 Januari 2018 akan terjadi fenomena astronomi langka yang disebut “super blue blood moon”. Terakhir fenomena ini hadir di Indonesia 36 tahun yang lalu (30-31 Desember 1982). BMKG juga mengimbau masyarakat untuk melihat atau mengamati fenomena ini dan bukan dijadikan peristiwa yang menakutkan.
Lebih lanjut mengenai fenomena ini, Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) R. Mulyono Rahadi Prabowo menjelaskan, bulan purnama terjadi setiap 29 hari berdasarkan tanggalan Hijriah, dan gerhana bulan memiliki siklus tanggalan Komariah. Kedua peristiwa tersebut terjadi dalam periode yang sama yang disebut Super Blue Blood Moon. Dalam peristiwa super blue blood moon terjadi fenomena supermoon, blue moon, dan gerhana bulan total dikarenakan posisi matahari, bumi dan bulan berada pada satu garis lurus.
“Saat ini posisinya paling dekat dengan matahari, kemudian terjadi bulan purnama seperti itu disebut supermoon. Kebetulan juga pada satu bulan Januari 2018 ini di tanggal 31 merupakan bulan purnama (blue moon). Jadi kedua peristiwa tersebut digabungkan menjadi Super Blue Blood Moon. Peristiwa langka ini juga bisa disaksikan mulai dari wilayah Barat pukul 20.30, dan disusul wilayah Timur pukul 23.00” ujar Mulyono.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan bahwa fenomena ini dapat dilihat secara ideal mulai dari perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur hingga daerah di sebelah barat Sumatera. Lokasi pengamatan di sebelah barat Sumatera merupakan zona bulan terbit saat fase gerhana penumbra berlangsung.
Selain itu, lokasi yang ideal untuk mengamati fenomena ini di Observatorium Boscha (Lembang), Pulau Seribu, Ancol, Taman Mini Indonesia Indah, Planetarium, Museum Fatahilah, Kampung Betawi Setu Babakan, serta Bukit Tinggi. Pengamatan juga bisa dilakukan di 21 titik pengamatan hilal. Bahkan, di Makassar dan Jam Gadang Bukit Tinggi pun digelar nonton bersama fenomena Super Blue Blood Moon.
Meskipun fenomena astronomi ini merupakan fenomena langka, namun masyarakat diharapkan mewaspadai tinggi pasang maksimun hingga mencapai 1,5 meter karena adanya gravitasi bulan dengan matahari. Fenomena ini juga dapat mengakibatkan surut minimum mencapai 100-110 cm yang terjadi pada 30 Januari-1 Februari 2018 di pesisir Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung Selatan, Jakarta Utara, utara Jawa Tengah, utara Jawa Timur, dan Kalimantan Barat.
Dwikorita mengingatkan bahwa tinggi pasang maksimum ini akan berdampak pada terganggunya transportasi di sekitar pelabuhan dan pesisir, aktivitas petani garam dan perikanan darat, serta kegiatan bongkar muat di Pelabuhan.
Ia juga mengimbau masyarakat waspada terhadap gelombang tinggi dengan kategori Rough Sea (2.5 – 4.0 meter) di wilayah : Perairan selatan Enggano, Perairan barat Lampung, Selat Sunda bagian selatan, Perairan selatan Jawa, Selat Bali – Selat Lombok – Selat Alas bag Selatan, Samudra Hindia Barat Lampung hingga Selatan Jawa, Laut Sawu bag Selatan, Laut Cina Selatan, Laut Natuna Utara, Perairan Utara Kep. Natuna, Laut Flores, perairan Utara Flores, Perairan Kep. Sermata – Tanimbar, Laut Arafuru, Perairan Jayapura – Sarmi. Very Rough Sea (4.0 – 6.0 meter) di wilayah Samudra Hindia selatan Bali hingga NTT, Perairan Selatan P. Sumba, perairan P. Sawu – P. Rote, Laut Timor selatan NTT.
Penulis: Dewi Purningsih