Jakarta (Greeners) – Keputusan PBB untuk melanjutkan perundingan antarnegara dalam Intergovernmental Negotiating Committee (INC) 5.2 pada 2025 berpeluang untuk memperkuat komitmen global dalam mengatasi polusi plastik. Meskipun proses perundingan INC-5 di Busan, Korea Selatan, bulan November lalu berjalan lambat dan kontroversial, Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) menilai draf yang dihasilkan menunjukkan progres signifikan, terutama terkait struktur perjanjian.
AZWI berharap INC 5.2 memberi lebih banyak waktu bagi negara-negara untuk menyelesaikan perbedaan dan mencapai kesepakatan final. Mereka mendesak agar negara-negara mengambil langkah lebih ambisius, terutama dalam pengurangan produksi plastik dan penghapusan senyawa kimia berbahaya.
“Tantangan utama dalam negosiasi adalah kurangnya transparansi informasi dan terbatasnya partisipasi masyarakat sipil,” ujar Co-Coordinator AZWI sekaligus Manager Toxics Program Nexus3 Foundation, Nindhita Proboretno dalam media briefing bertajuk “Kabar dari Busan, INC-5 Plastics Treaty” di Jakarta, Rabu (11/12).
Menurut Nindhita, hal itu mengurangi efektivitas dan inklusivitas proses yang seharusnya dapat menciptakan kebijakan komprehensif untuk mengatasi pencemaran plastik.
BACA JUGA: Dorong Perjanjian Plastik Gobal untuk Kurangi Sampah Plastik dan Tembakau
Selain itu, dominasi pelobi industri fosil juga menjadi hambatan. Misalnya, terjadi penolakan Arab Saudi terhadap pembatasan produksi plastik dan penekanan pada pengelolaan sampah. Negara-negara Asia, kecuali Bangladesh dan Filipina, juga dianggap kurang ambisius dalam mengurangi produksi plastik dan senyawa kimia berbahaya dalam plastik.
“Meskipun ada beberapa kemajuan, namun ada perlawanan nyata dari sejumlah besar negara-negara (oil countries) terkait dorongan untuk membuat semua proses. Termasuk keputusan selama Conference of Parties (COP), bergantung pada konsensus. Jika konsensus terjadi, setiap kesepakatan yang tercapai dalam negosiasi akan menghambat kemajuan dalam mengatasi pencemaran plastik,” ungkap Nindhita.
Posisi Indonesia dalam INC-5
Dalam negosiasi INC-5, AZWI menilai posisi Indonesia kurang ambisius. Meskipun demikian, Indonesia mengambil beberapa langkah positif, seperti mendukung negara-negara yang membutuhkan bantuan khusus dan mengusulkan pengaturan siklus hidup plastik.
Namun, Indonesia juga mengusulkan beberapa klausul yang dianggap problematis, seperti perubahan terminologi dari “emissions and releases” menjadi “releases and leakages”. Usulan ini rentan melemahkan fokus pengaturan emisi sepanjang siklus hidup plastik.
“Posisi pemerintah ini mendukung agar tidak mengatur emisi yang dihasilkan dari keseluruhan siklus hidup dari plastik,” ujar Juru Kampanye Polusi dan Perkotaan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Abdul Ghofar.
Tak hanya itu, tidak ada proposal yang mengatur soal pekerja di semua siklus hidup plastik. Proposal Indonesia tidak mengakui kontribusi pekerja informal secara kuat, terutama pemulung dan masyarakat adat. Menurut Ghofar, Indonesia juga masih fokus pada penanganan sampah di hilir.
Pengendalian Plastik Global Harus Efektif
Senior Advisor Nexus3 Foundation, Yuyun Ismawati, menegaskan bahwa perjanjian plastik harus mencakup langkah-langkah pengendalian global yang efektif. Langkah-langkah tersebut penting untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan, bukan hanya mengakomodasi kepentingan industri.
Ia berharap INC 5.2 memberikan peluang bagi negara-negara dengan ambisi tinggi untuk mengontrol plastik. Hal ini mencakup pengelolaan potensi emisi dan pelepasan dari petrokimia, kompleks industri, serta pabrik daur ulang plastik.
“Kita bisa mendorong penguatan transparansi pengendalian pencemaran dan pelaporan serta negara-negara juga harus kaji ulang peraturan baku mutu, termasuk Indonesia,” jelas Yuyun.
Yuyun berharap INC.5.2 dapat meninjau ulang kebijakan nasional seperti RIPIN dan RPJMN. Hal ini guna mengatasi keterbatasan pasokan di industri petrokimia dan produsen plastik. Selain itu, perlu penguatan regulasi lingkungan meningkatkan transparansi, pengendalian polusi, dan pelaporan.
BACA JUGA: Perjanjian Plastik Global Perlu Perkuat Solusi Guna Ulang
Perlu juga perhatian khusus pada sektor-sektor prioritas yang harus bebas dari polusi plastik. Sektor-sektor tersebut meliputi pangan dan minuman, kesehatan, serta produk dan mainan anak. Pemerintah perlu mengambil langkah konkret untuk menghilangkan bahan kimia plastik beracun dari rantai pasokan di sektor-sektor ini.
Selanjutnya terkait integrasi data ke dalam sistem nasional, peningkatan pelabelan produk, dan penguatan hak masyarakat untuk mengetahui informasi terkait plastik menjadi langkah yang sangat penting. Dari sisi kesehatan, biomonitoring dan peningkatan kapasitas juga perlu menjadi perhatian guna melindungi masyarakat dari paparan bahan kimia berbahaya.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia