Gerakan #BersihkanIndonesia meluncurkan laporan terbaru berjudul “Pilkada 2020: Vaksin Imunitas Bagi Oligarki”. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di 270 wilayah di Indonesia pada hari ini tak hanya berpotensi menjadi klaster baru penyebaran Covid-19, tapi juga menjadi momentum bagi industri ekstraktif tambang dan energi kotor batu bara untuk menstimulus Proyek Strategis Nasional (PSN).
Jakarta (Greeners) – Ahmad Ashov Birry, Juru Bicara #BersihkanIndonesia dari Trend Asia, mengatakan setidaknya ada 5.599 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di 270 wilayah yang menggelar Pilkada. Dalam skala provinsi, di 32 provinsi tersebut terdapat 196 proyek yang masuk dalam daftar PSN.
“Jumlah itu merepresentasikan 98 persen dari total 201 daftar proyek terbaru dari PSN yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 109 Tahun 2020. Jumlah ini belum termasuk proyek yang potensial menjadi bagian 10 program strategis nasional dari PSN,” ujarnya pada webinar Peluncuran Laporan Pilkada 2020: Vaksin Imunitas Bagi Oligarki, Senin, (07/12/2020).
Rincian Proyek Industri Ekstraktif di Kawasan Penyelenggara Pilkada
Lebih lanjut, Ashov merinci 131 proyek industri ekstrakti tersebut di antaranya sebagai berikut:
- 56 proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara dengan total kapasitas yang direncanakan sebesar 13,615 MW.
- 16 Proyek smelter.
- 10 kawasan industri atau ekonomi.
- 7 proyek Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).
- 6 proyek instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) –yang kemungkinan sebagian besar menggunakan teknologi termal yang akan menimbulkan pencemaran serius.
- 2 proyek Food Estate.
Ashov lalu menjelaskan temuan lain di sembilan provinsi yang menggelar pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Di Sembilan provinsi tersebut dia merinci:
- Terdapat 1.359 IUP/IUPK, dengan luas konsesi mencapai 4,6 juta hektar.
- Selain komoditi tambang mineral dan batu bara, terdapat 11 wilayah kerja panas bumi (geothermal) dari 64 WKP yang tersebar di seluruh Indonesia dengan total luas mencapai 1,1 juta hektar.
- Terdapat 46 blok migas seluas 10,2 juta hektar dari 245 blok dari keseluruhan blok Migas di Indonesia yang luasnya 57 juta hektar.
‘Pemerintah Utamakan Coblosan, Bukan Nyawa Kita’
Ashov melanjutkan, ada tiga survei publik yang menunjukkan 50,2 persen; lalu 72,4 persen; dan 80,5 persen responden tidak setuju pelaksanaan Pilkada 2020 di tengah pandemi.
“Sekitar 20 sampai 46 persen responden menyatakan tidak akan datang ke TPS bila Pilkada 2020 tetap digelar Desember ini. Mantan ketua KPK Busyro Muqoddas pun menggugat keputusan pemerintah, DPR, dan KPU yang tetap melanjutkan Pilkada serentak 2020 di tengah pandemi covid-19,” ujarnya.
Ashov pun mengkritisi langkah pemerintah yang tetap menyelenggarakan Pilkada 2020 di tengah penolakan masyarakat.
“Kita bisa menyimpulkan bahwa bagi pemerintah dan penyelenggara Pilkada 2020 seolah-olah yang paling utama adalah suara atau coblosan kita bukan keselamatan atau nyawa kita. Padahal penolakan sudah banyak terjadi terdengar. Misalnya di Solo pemilihan Wali Kota di mana Gibran Rakabuming anak dari Presiden Joko Widodo menjadi kandidat calon walikota. Di sana ada satu warga yang datang dan meminta ke Mahkamah Konstitusi agar Pilkada ditunda. Selain itu, PBNU, PP Muhammadiyah, dan MUI juga meminta penundaan Pilkada karena situasi pandemi belum terkendali,” ujar Ashov.
‘Para Politisi yang Berkontestasi Hanya Menambah Tunggakan Kasus Korupsi’
Pada acara yang sama, Merah Johansyah, Koordinator Jaringan Tambang (Jatam) Nasional mengatakan Pilkada ini tidak memberi jaminan perlindungan hukum dari siapapun yang terpilih. Pilkada dengan biaya mahal ini tidak memberi peluang bagi pemulihan hak rakyat atas penggusuran lahan produktif. Sementara para politisi yang berkontestasi hanya akan menambah tunggakan kasus korupsi dan pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia (HAM).
Selain itu, lanjut Merah, posisi kepala daerah atau kewenangan penataan ruang di daerahnya telah pemerintah pusat cabut melalui ketentuan pasal 8 dan 9 Hal 18-20 pada Undang-Undang Cipta Kerja. Pemerintah Daerah (Pemda) hanya berorientasi pada bidang pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaannya. Kewenangan Pemda (kabupaten/kota) mengenai pengendalian dampak investasi dan lingkungan hidup juga sudah pemerintah pusat hapuskan.
“Dari situ maka pilkada dan otonomi daerah menjadi tidak relevan lagi. Untuk apa memilih kepala daerah yang sudah tak punya kewenangan untuk melindungi kepentingan warganya. Pilkada hanya relevan bagi kepentingan memilih operator proyek yang terbalut dalam UU Omnibus lLw maupun PSN,” ujar Merah.
Baca juga: Pakar: Ekonomi Sirkular Indonesia Berbeda dengan Eropa
‘Pilkada 2020 Membawa Gerbong Perusakan Lingkungan’
Merah melanjutkan, jika melihat proyek oligarki yang sedang antre setelah pengesahan Omnibus Law maka terlihat bahwa Pilkada 2020 membawa gerbong rencana perusakan dan pencemaran lingkungan.
“Setelah revisi UU KPK, UU Minerba, dan pengesahan UU Cipta Kerja, kini kita disajikan dengan gelaran Pilkada yang dipaksakan di tengah pandemi. Kuat diduga ini adalah rangkaian upaya oligarki untuk mempertahankan dan memperluas kekayaannya,” kata Merah.
“Dana kampanye para kandidat banyak yang dilaporkan secara tidak wajar. Kandidat terindikasi tidak jujur dan berupaya menutupi sumber sumbangan. Selain membuka celah korupsi, ruang gelap yang menguntungkan oligark untuk memberi pengaruh dalam pilkada semakin terbuka lebar,” lanjutnya.
Penulis: Dewi Purningsih