Bandung (Greeners) – Belakangan olahraga bersepeda menjadi tren yang masyarakat gemari. Selain menjangkau segala usia, kegiatan ini berdampak positif terhadap kesehatan, termasuk mengurangi risiko penyakit mulai dari tekanan darah tinggi, stroke hingga serangan jantung.
Namun, aktivitas jantung sangat bergantung oleh intensitas kecepatan saat bersepeda. Dokter spesialis penyakit jantung Rien Afrianti menyebut, meski pesepeda tak mengalami keluhan atau gejala serangan jantung, para pesepeda harus tetap melakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan keadaan jantung.
“Kita selalu patokannya adalah keluhan. Padahal orang-orang yang sering olahraga memiliki banyak pembuluh darah kolateral. Artinya, kalau ada sumbatan pembuluh darah di jantung badan kita akan mengkompensasi pembuluh darah kecil, kita merasa kuat dan baik-baik saja. Padahal itu tidak jaminan juga,” katanya dalam talkshow rangkaian acara Hello Bike Festival, Sabtu (5/11).
Ia mengungkap para pesepeda dapat melakukan tes elektrokardiogram atau EKG (tes untuk mengevaluasi kesehatan jantung, dan kenormalan detak jantung). Selain itu juga pemeriksaan yang menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi untuk menangkap gambaran struktur organ jantung.
Rien menyebut, saat bersepeda jantung berdetak lebih cepat karena tengah memompa darah terus menerus. Terutama saat ingin berkompetisi dengan teman-teman sepeda lainnya. “Padahal tubuh kita punya batasnya, ada risiko serangan jantung yang tak pernah kita sadari,” ujar dia.
Adapun denyut nadi maksimum yaitu 220 dikurangi dengan usia pesepeda. Denyut jantung selama kegiatan fisik sedang yaitu sekitar 50-69% dari denyut nadi maksimum. Sementara angka denyut nadi selama aktivitas fisik berat dapat meningkatkan hingga 70 hingga 85% dari denyut nadi maksimal.
Kenali Diri Saat Bersepeda
Ia menyebut, beberapa gejala serangan jantung yaitu dada terasa sesak, baik di bagian tengah maupun kiri. Biasanya juga diikuti dengan keringat dingin dan badan terasa lemas.
Rien juga merekomendasikan agar para pesepeda melakukan treadmill untuk mengetahui batas kemampuan diri.
“Saat bersepeda dan telah melampaui detak jantung maka harus istirahat, detak jantung berlebihan dapat merugikan tubuh kita sendiri,” jelasnya.
Banyak pesepeda yang telah divonis penyakit jantung yang akhirnya enggan berolahraga lagi. Rien menyatakan, bersepeda tetap diperbolehkan meski telah divonis penyakit jantung. “Empat hingga enam minggu setelah dinyatakan sembuh mereka boleh bersepeda, disesuaikan saja intensitasnya,” imbuhnya.
Sementara pesepeda senior Cucu Eman Haryanto mengungkapkan, pentingnya mengetahui kemampuan diri sebelum bersepeda. Sebelum melakukan touring, pesepeda pemula harus memastikan mempunyai basic berupa daya tahan.
Selanjutnya tinggal menaikkan speed-nya lalu latihan rutin terus menerus. “Ini penting, sebab banyak di antara teman-teman yang kecelakaan itu karena kurang kontrol. Kuncinya harus tahu kemampuan diri,” imbuhnya.
Lelaki yang akrab disapa Kang Encu ini menyatakan, demi keamanan dan kenyamanan pesepeda hendaknya harus memastikan kesesuaian setting sepeda dengan postur tubuh. Kemudian demi kesehatan jantung, Kang Encu menyebut gowes sepeda di jalan menanjak akan melatih kekuatan otot. Sedangkan untuk RPM datar akan lebih menyehatkan kesehatan jantung.
Dorong Minat Pesepeda Pemula
Kegiatan bersepeda merupakan olahraga yang dapat siapa bisa ikuti, termasuk generasi muda yang masih pemula. Anissa Fitri Ramadhani dari Bike To Work (B2W) Bandung menyatakan, banyak sekali di antara para generasi muda yang minat dengan kegiatan bersepeda.
“Kita sangat welcome dengan para pemula. Tak peduli pakai sepeda brompton atau tidak, tetap kami terima,” ujar dia.
Ia memberikan tips agar para pesepeda pemula tak menempuh jarak yang jauh hingga puluhan kilometer. Tapi lebih ke jarak dekat di sekitaran rumah tapi sebagai kegiatan rutin.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin